Analisis Teori Cornell Paper Peristiwa Berdarah G30s Pki
Dalam analisis ini
teori yang digunakan yaitu teori Cornell paper
Teori ini dikemukakan oleh Benedict Anderson dan Ruth Mcvey.Dalam kajian
ini, Anderson dan McVey mengusulkan bahwa baik Presiden Soekarno maupun Partai
Komunis Indonesia tidak terlibat dalam merencanakan Gerakan 30 September;
malahan, mereka adalah korban. Dalang
sesungguhnya adalah ABRI alias TNI,terutama Angkatan Darat,yang memiliki
konflik internal.
Menurut Anderson dan
McVey, Divisi Diponegoro atau kubu
Sukarnois memiliki jumlah anggota bersuku Jawa yang lebih besar daripada
divisi-divisi lain di Angkatan Darat. Mereka bermarkas di Jawa Tengah, dimana
kebudayaan tradisional masih lebih kental dibanding provinsi-provinsi tetangga
seperti Jawa Barat dan Jawa Timur.
Sebagian besar penduduk
Jawa Tengah percaya bahwa wilayah mereka, yang merupakan pusat kekuasaan
politik di Pulau Jawa selama berabad-abad lamanya, "telah dilangkahi oleh
Djakarta kubu kanan ". Kondisi yang senjang ini menyebabkan hubungan yang
panas antara para perwira Diponegoro yang masih kental menganut kepercayaan
tradisional Jawa dan nilai-nilai nasionalis warisan Revolusi Nasional di satu
sisi, dan para perwira di Markas Besar dan Staf Umum yang lebih berorientasi
intelektual ala Eropa yang "asing", karena dididik dengan cara-cara
dan tradisi Belanda.
Anderson dan McVey
memerhatikan bahwa para "perwira penjaga tradisi" percaya bahwa
"pekerjaan sebagai seorang tentara tidaklah mengenai teknik dan kemampuan,
melainkan lebih kepada pembangunan nilai moral dan spiritual melalui semacam
asketisme modern". Para perwira ini memiliki pandangan yang sama dengan
para perwira yang bertugas di beberapa divisi dan unit militer yang berada di
luar Jakarta, termasuk Letkol Untung Syamsuri yang bertugas di Tjakrabirawa,
resimen pengawal Presiden.
Mendengar kabar bahwa
para perwira Markas Besar sedang bekerja sama dengan CIA,sekelompok perwira
Diponegoro merencanakan serangkaian penculikan terhadap beberapa jenderal di
struktur pimpinan Angkatan Darat yang kemudian akan disandera atau dibunuh.
Mereka percaya bahwa Presiden Soekarno, yang telah diperingtkan oleh Untung
sendiri akan sebuah percobaan kudeta oleh pimpinan Angkatan Darat, akan teryakinkan
untuk mendukung kelompok mereka sementara Markas Besar akan "terlalu
banyak kehilangan pemimpinnya untuk melakukan apapun selain menyerah. Para
perwira ini paham bahwa kesempatan mereka akan tiba pada pawai tahunan untuk
memperingati ulang tahun Angkatan Bersenjata pada 5 Oktober di Jakarta, dimana
peragaan-peragaan militer akan dipertunjukkan oleh para prajurit terjun payung,
unit-unit kavaleri, dan pasukan-pasukan lapis baja. Setelah mengamankan
dukungan dari beberapa perwira Angkatan Udara, kelompok ini memutuskan untuk
menjadikan Pangkalan Udara Halim Perdanakusuma sebagai tempat evakuasi Presiden
Soekarno.
Selain itu, mereka juga
mendapatkan bantuan dari kelompok-kelompok pemuda PKI untuk mengamankan
fasilitas-fasilitas militer di sekitar ibu kota. malam Kamis, 30 September
dipilih sebagai "hari-H" karena "dalam kepercayaan tradisional
Jawa, kekuatan-kekuatan magis sedang jauh, dan kekuata-kekuataan spiritual
dapat dengan mudah terkumpul untuk mendukung". Mereka menemukan bukti bahwa
setidaknya dua orang pemimpin senior selain Soekarno dievakuasi ke Halim:
Marsekal Omar Dani, Panglima Angkatan Udara, dan D.N. Aidit, Ketua Umum CC PKI.
Kehadiran Aidit diusulkan oleh Anderson dan McVey sebagai "bukti kepada
Presiden bahwa PKI secara langsung terlibat dan tersangkut dalam urusan ini,
sehingga jika ia ingin tetap melanjutkan kebijakan-kebijakannya yang
"pro-kiri" dan kedekatannya dengan PKI, ia tak akan punya pilihan lain selain
mengumumkan ketidaksetujuannya terhadap Dewan Djenderal".
Seorang lagi pembawa
pesan menemui Panglima Cadangan Strategis Mayor Jenderal Soeharto, yang telah
mengambil alih kendali atas Angkatan Darat dan orang yang diduga berusaha
dihindari oleh Presiden Soekarno karena "pemikirannya yang independen dan
kepribadiannya yang mengesankan".Soeharto kemudian memerintahkan baik
Pranoto maupun Umar untuk tidak pergi ke Halim, dan para peeliti percaya bahwa
Soekarno kemudian menyadari Soeharto akan mencurigainya sebagai dalang di balik
peristiwa ini.Setelah mengambil alih kantor pusat RRI dan mengamankan ibu kota
Jakarta, Soeharto mengeluarkan ultimatum kepada kelompok Untung di Halim.
Soekarno memutuskan
untuk menuju Istana Bogor setelah menolak saran Untung untuk mengikuti
kelompoknya ke markas Divisi Diponegoro di Semarang; di Bogor, Presiden
diletakkan di bawah penjagaan ketat Angkatan Darat. Meskipun ia sendiri tak
diperbolehkan untuk melakukan siaran secara langsung, Soeharto mengumumkan
bahwa Angkatan Darat bersumpah setia kepada sang Presiden. Soekarno sendiri
pada akhirnya sepakat untuk memberikan Soeharto "kewenangan dan tanggung
jawab untuk mengembalikan ketertiban dan keamanan". Menjelang 5 Oktober,
Angkatan Darat telah berhasil menumpas seluruh sisa-sisa perlawanan di Jawa
TengahMereka memberontak terhadap para jenderal Angkatan Darat. yang
bergelimang kemewahan di Jakarta. Pada 2 Oktober, surat kabar Harian Rakjat
yang berafiliasi pada PKI menerbitkan sebuah editorial yang kelak akan
digunakan sebagai bukti bahwa PKI berada di balik upaya kudeta yang dilakukan
oleh Untung dan anak buahnya.
Anderson dan McVey
menyatakan bahwa Harian Rakjat "membanggakan editorial-editorial mereka
yang ditulis dengan baik dan disusun dengan rapi", namun yang satu ini
"tidak memiliki gaya maupun sentuhan khas sedikitpun". Para peneliti
itu percaya bahwa editorial yang "begitu ragu-ragu sehingga tampak
bodoh" itu ditulis dan disediakan langsung oleh Angkatan Darat sebagai
wadah untuk menyalahkan PKI atas Gerakan 30 September. Sejak upaya kudeta
tersebut, Angkatan Darat cukup berhasil mengambinghitamkan PKI karena
"pucuk pimpinan PKI yang benar-benar terlibat, betapapun runyam, dan
karena pihak yang berkuasa pada saat itu benar-benar ingin memercayainya,
karena pada masa yang lampau, mereka amat menakuti kemungkinan PKI
berkuasa".
Pembantaian komunis yang
kelak terjadi setelah kudeta Angkatan Darat pada 1 Oktober." Walau begitu,
mereka percaya bahwa Gerakan 30 September menjadi dasar dari munculnya
"fenomena politik yang terpisah" meskipun "berkelindan
erat"..
Istilah yang digunakan
oleh Angkatan Darat tentang G30S PKI yaitu kudeta komunis dimana untuk mengambinghitamkan
PKI (dan dalam beberapa kasus, Menteri Luar Negeri Soebandrio) yang dikatakan
berusaha untuk membentuk satu pemerintahan boneka yang akan dikendalikan oleh
PKI. Meski begitu, Anderson dan McVey meragukan gagasan bahwa PKI akan
menggunakan jalan kekerasan untuk mengambil alih kendali kekuasaan, karena akan
"mempertembungkan mereka dengan Angkatan Bersenjata yang lebih kuat dan
akan menyebabkan Presiden (Soekarno) bersekutu dengan militernya
Alih-alih mendalangi
Gerakan 30 September secara langsung, "PKI berperan dalam meyakinkan
Presiden Soekarno, langsung maupun tidak, untuk menyingkirkan secara massal
musuh-musuhnya (dan mereka) di tubuh angkatan bersenjata". Gerakan itu
kemudian akan didalangi oleh sang Presiden secara langsung, berdasarkan motif
menyingkirkan para petinggi Angkatan Darat yang menolak gagasannya tentang sebuah
negara berdasar Nasakom.
Dimana ancaman-ancaman
yang telah diketahui terhadap kekuasan Soekarno sebelum meletusnya Gerakan 30
September, dan menemukan hawa asumsi utamanya, "bahwa kegagalan Soekarno
untuk mengendalikan kepemimpinan angkatan bersenjata secara penuh dalam
beberapa tahun terakhir", hanyalah sebuah simpulan yang samar-samar.
Mereka kemudian mempertanyakan mengapa sang Presiden akan memutuskan untuk
menculik dan membunuh para jenderal "dengan begitu kentara dalam sudut
pandang politis" jika ia berwenang memecat mereka secara langsung.
"Soekarno menempatkan dirinya dalam posisi luar biasa sulit di Halim dan
menghabiskan sehari penuh di sana, kebingungan tanpa arah".
Setelah menyingkirkan
gagasan bahwa Soekarno dan/atau PKI terlibat mendalangi Gerakan 30 September, perlu
mempertimbangkan pula dua pandangan alternatif lain. Yang pertama menyatakan
G30S sebagai pergerakan liar Untung dan anak buahnya untuk mengambil alih
kendali atas Angkatan Darat dan menyingkirkan para petinggi yang
"beraliran Barat", "bermental Menteng", dan
"menghalang-halangi kebijakan Presiden Soekarno" tanpa ingin
mendengarkan suara dari bawah hierarki militer. Jika Untung dan anak buahnya
tidak ingin untuk melibatkan unsur-unsur sipil dalam menghalangi Angkatan Darat
menggagalkan plotnya, dimana Presiden sendiri haruslah menjadi tokoh kuncinya.
Opini Tentang Logis / Tidaknya Teori Cornell Paper
Berdasarkan rangkuman pembahasan mengenai teori yang dikemukakan oleh Anderson dan Ruth
Mcvey dikenal dengan nama Cornell Paper
yang menyatakan bahwa ABRI atau TNI sebagai dalang dari peristiwa G30S/PKI
merupakan suatu ungkapan yang logis. Dimana
Soekarno dan PKI hanya di jadikan
kambing hitam oleh ABRI hal ini berdalih
untuk merebut kekuasaan yang pada saat itu dipimpin oleh Soekarno yang
merupakan pimpinanan tertinggi TNI. Kubu YNI terbagi menjadi dua yaitu kubu
devisi dipenogoro dan kubu Djakarta yang
diamana ada sejumlah kolenel pembangkang yang frustasi dari tubuh devisit di
penogoro.
Mereka memberontak
terhadap para jendral AD yang bergelimang Kemewahan di Jakarta. Namun pada saat
– saat terakhir ada pihak yang menmamncing sihingga PKI terseret dan Terlibat
penuh. Hal ini ditandai dengan hadirnya ketua umum PKI DN aidit dalam evakuasi
di halim sehinga dengan kehadiran DN Aidit
sebagai bukti kepada Presiden
bahwa PKI secara langsung terlibat dan tersangkut dalam urusan ini, sehingga
jika ia ingin tetap melanjutkan kebijakan-kebijakannya yang
"pro-kiri" dan kedekatannya dengan PKI, ia tak akan punya
Ditandai pula pada
pengumuman 1 Oktober pagi, Untung
berulang kali menyatakan bahwa Gerakan 30 September hanyalah suatu urusan
"rumah tangga" Angkatan Darat, sehingga mereka tidak menemukan alasan
yang sahih untuk memberlakukan pengetatan kendali terhadap pers, ataupun
mobilisasi besar-besaran. Pada pengumuman itu sendiri, Untung meyakinkan para
pendengarnya bahwa "semua partai politik, organisasi massa, surat kabar,
dan majalah dapat terus berfungsi seperti biasa" sampai tiba masanya untuk
mereka "mengumumkan kesetiaan mereka pada Dewan Revolusi Indonesia"
Sehingga dengan terlibat PKI dalam pembunuhan Ke enam
jendral dapat menjadi alasan bahwa ABRI
tidak ada sangkut pautnya terhadap kasus itu.
Dengan dengan itu presiden Soekarno ikut teribat dalam Permainan Kubu ABRI yang pada saat itu
presiden sangat dekat dengan pimpinan PKI. Dengan dalih pembentukan NASAKOM ,
sehingga PRESiden di anggap sebagai
pendukung PKI. Dengan ini
Presiden dituntu Mundurn dari
jabatannya. Dan pada saatitu pula Presiden Soekarno Mundur sebagai presiden RI
dengan dalih ketenangan Negara. Dengan
konspirasi Abri ini sehingga kursi kekosongan presiden di Isi dari kubu TNI itu
sendiri.
Opini
Tentang Teori Dari Dalang G30s Pki
Dari berbagai macam
teori yang berkembang tentang dalang dari
peristiwa berdarah G30SPKI yang
dimana Peristiwa Gerakan 30 September PKI atau G30S/PKI merupakan peristiwa
sejarah yang tidak mudah diuraikan secara sederhana. Bahkan, sampai detik ini,
tiada yang benar-benar mengerti tentang kebenarannya. Jejak sejarah yang
tersaji dalam buku, artikel, jurnal, maupun sumber literatur lainnya hanyalah
sebuah spekulasi yang tersusun atas kronoligis tak pasti. Bahkan, tak jarang
menimbulkan kontradiksi satu sama lainnya.
Salah satu faktor kuat
tentang mengapa rekonstruksi sejarah tentang G30S tak kunjung tuai konsensus di
kalangan akademisi, sejarawan, maupun tokoh intelektual lainnya adalah karena
adanya simpul-simpul peristiwa yang hilang atau memang sengaja dihilangkan.
Beberapa diantaranya adalah dieksekusinya Aidit tanpa proses, dilengserkannya
Soekarno atas dugaan keterlibatannya dalam G30S yang juga tanpa keputusan
pengadilan tentang keterlibatan atau ketidakbersalahan Soekarno. Surat Perintah
Sebelas Maret, sebuah naskah kontroversi yang dinyatakan hilang, seolah hanya
menjadi diksi guna mengkudeta Sang Proklamator Kemerdekaan Indonesia. yang pada
intinya tragedi G30S/PKI hanyalah sebuah konspirasi belaka yang dibuat untuk
memperoleh kekuasaan.
0 Komentar
Berkomentarlah dengan Sopan dan sesuai Pembahasan