Hot Posts

6/recent/ticker-posts

Pengertian Kebijakan Moneter, Fungsi dan Tujuan Kebijakan Moneter serta Indikator Keberhasilan Kebijakan moneter


Pengertian Kebijakan Moneter, Fungsi dan Tujuan Kebijakan Moneter serta Indikator Keberhasilan Kebijakan moneter

Pengertian Kebijakan Moneter

Kebijakan moneter adalah Suatu proses pembilan langkah-langkah yang ditempuh oleh penguasa moneter (Bank Sentral atau Bank Indonesia) untuk memengaruhi jumlah uang yang beredar dan daya beli uang agar tercipta kondisi perekonomian yang stabil.

Kebijakan Moneter (moneter Policy) memiliki peran yang sangat krusial dalam upaya pencapaian sasaran ekonomi makro. Pengambilan Kebijakan yang tepat akan Mampu mempengaruhi  Stabilitas harga, tingkat pertumbuhan ekonomi, penciptaan dan perluasaan  kesempatan kerja  dan keseimbangan  neraca pembayaran. Meskipun dalam pelaksanaan  sangat sulit  mencapai semua sasaran  tersebut dalam waktu yang bersamaan. Bahkan antara sasaran satu dengan sasaran lain  sering kali  berbenturan satu sama yang lainnya.

Kebijakan moneter Marupakan tanggung jawab dari bank sentral. Bank sentral menjadi lebaga keuangan yang memiliki kewenagan penuh dalam pengambilan kebijakan moneter ini. Melalui kebijakan moneter, bank sentral  dapat menjaga kesetabilan perekonian secara moneter. Keberhasilan suatu kebijakan moneter dapat di tinjau dari adanya peningkatan kesempatan kerja dan peningkatan neraca pembayaran.

Fungsi dan Tujuan Kebijakan Moneter

Fungsi dari kebijkan moneter ini adalah untuk mempertahankan atau menjaga kesetabilan perekonomian dan juga sekaligus untuk mengendalikan tingkat harga yang ada di pasar.

Tujuan Pokok Kebijakan Moneter  yang juga merupakan  tujuan tunggal bank Indonesia  berdasarkan Undang Undang  No. 23 Tahun 1999 Sebagaimana telah diubah  dengan UU No. 3 Tahun 2004  mencapai dan  memelihara  Kestabilan nilai Rupiah.

Dari sisi Bank Indonesia, Pertimbangan  Utama penerapan  tujuan Tunggal didasarkan pada  keterkaitan sasaran tersebut sebagai tujuan  kebijakan moneter. Dalam Jangka Panjang, Kebijakan moneter  yang dapat dilakukan  oleh suatu bank melalui sisi permintaan  hanya dapat mempengaruhi nilai nominal  dari uang, sedangkan aktivitas riil perekonomian ditentukan di sektor ril.

Dalam menjaga kesetabilan perekonomian negara, kebijakan moneter selalu dikaitkan dengan adanya jumlah uang yang beredar dengan barang dan jasa yang dibutuhkan oleh masyarakat. Adanya hubungan antara jumlah barang dan jasa yang dibutuhkan oleh masyarakat dengan jumlah uang yang beredar akan menentukan tingkat harga tertentu. Terdapat kondisi dimana harga barang naik dan harga barang turun. Hal tersebut akan berpengaruh terhadap kegiatan perekonomian yang ada dalam masyarakat. Jika harga barang secara umum mengalami kenaikan secara terus meneruh maka akan terjadi inflasi.

Indikator Keberhasilan Kebijakan Moneter:

Keberhasilan dalam menjalankan dapat diketahui apabila dapat memenuhi tiga indikator diawah ini

·         Peningkatan kesempatan kerja

Kesempatan kerja akan meningkat apabila kondisi ekonomi yang stabil dimana jumlah uang yang beredar seimbang dengan jumlah barang dan jasa yang di butuhkan oleh masayarakat.

·         Kondisi seimbang antara jumlah barang dan jumlah uang beredar

Kondisi seimbang antara jumlah barang dan jumlah uang beredar tersebut akan menarik perhatian para investor untuk berinvestasi yang memungkinkan adanya penambahan lapangan kerja baru yang dapat menampung para angkatan kerja

·         posisi neraca perdagangan dan neraca pembayaran

Neraca perdagangan dan neraca pembayaran akan membaik apabila terdapat peningkatan jumlah barang ekspor ke luar negeri. Jumlah barang ekspor akan meningkat ketika nilai mata uang dalam negari mengalami devaluasi terhadap mata uang luar negari.


Kestabilan Harga Merupakan hal yang sangat  penting baik bagi kalangan rumah tangga  terutama masyarakat  yang berpendapatan tetap, maupun bagi sector usaha. Tingkat inflansi yang tinggi  akan menyebabkan  turunnya  kemampuan daya beli masyarakat.

Namun dari perspektif lain, seringkali dikemukakan adanya trade off  antara inflasi di satu pihak dengan pertumbuhan ekonomi dan kesempatan kerja di pihak lain di mana jika ingin menikmati pertumbuhan ekonomi dan kesempatan kerja, maka kepentingan inflasi harus sedikit dikorbankan, demikian pula sebaliknya.

Dalam hubungan ini, kebijakan moneter yang hanya terkonsentrasi pada pencapaian target  inflasi dikhawatirkan akan mengorbankan pertumbuhan ekonomi. Kecenderungan pemerintah yang selama ini lebih mengutamakan pertumbuhan ekonomi serta adanya suatu kenyataan bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia lebih didorong oleh tingkat konsumsi masyarakat, memberikan tantangan tersendiri bagi Bank Indonesia dalam menjaga kestabilan harga dan mencapai target inflansi yang telah ditetapkan.

Dalam hubungan ini, pertanyaan yang dapat diajukan adalah sejauh mana target inflasi yang telah ditetapkan memperhitungkan dua pilihan tersebut. Dalam manajemen perekonomian secara makro. seringkali pilihan kebijakan yang ditawarkan terbatas pada kebijakan ekonomi makro jangka pendek yang dapat meningkatkan permintaan agregat.

Hal ini terjadi karena kebijakan ekonomi yang bersifat jangka pendek lebih menarik perhatian sebab hasil yang diperoleh dapat dinikmati lebih cepat.

Atas pandangan ini, pendukung sasaran tunggal inflasi cenderung menyimpulkan bahwa trede off yang mungkin terjadi hanya akan berlaku dalam jangka pendek. Sementara dalam jangka panjang, pencapaian kestabilan harga justru akan mendukung pencapaian pertumbuhan ekonomi yang  berkesinambungan.

Oleh karena itu, gagasan untuk menjadikan inflasi sebagai sasaran kebijakan moneter menjadi sangat relevan. Dengan sasaran inflasi yang compatible, kebijakan moneter dapat diarahkan untuk mempengaruhi permintaan agregat agar sejalan dengan kapasitas perekonomian dari sisi suplai.

Meski dalam  kebijakan moneter,  inflasi merupakan sasaran akhir, namun dari sudut pandang manajemen ekonomi makro yang lebih luas, pencapaian sasaran inflasi oleh banlt sentral bukan dilihat sebagai sasaran akhir melainkan sasaran antara (immediate target), yaitu sebagai indikator keberhasilan penyelarasan permintaan dan penawaran agregat.