Pengertian Kesehatan Bank
Kesehatan bank adalah Kemampuan bank dalam melaksanakan kegiatan operasional perbankan secara normal dan mampu memenuhi semua kewajibannya dengan baik dan sesuai dengan peraturan perbankan yang berlaku. Kegiatan kegiatan perbankan terdiri atas:
- Kemampuan mengelola dana
- Kemampuan untuk menyalurkan dana ke masyarakat
- Kemampuan memenuhi kewajiban kepada pihak lain
- Pemenuhan peraturan yang berlaku.
Sedangkan pengertian tingkat kesehatan bank adalah suatu bentuk penilaian kualitatif terhadap berbagai aspek yang berpengaruh terhadap kondisi atau kinerja suatu bank melalui penilaian kuantitatif dan atau penilaian kualitatif terhadap faktor-faktor permodalan, kualitas aset, manajemen, rentabilitas, likuiditas dan sensitivitas terhadap risiko pasar.
Faktor Penilaian Tingkat Kesehatan Bank
Faktor penilaian tingkat kesehatan bank yaitu RGE. Pada PBI No. 13/1/PBI/2011 dan SE 13/24/DPNP tanggal 25 Oktober 2011 yang
menjadi indikator adalah :
Risk Profile
Dalam dunia bisnis, risiko (Risk) didefinisikan sebagai kemungkinan akan adanya kerugian di masa mendatang. Perbankan dikatakan sehat jika ia mampu meminimalkan risiko-risiko yang ada dalam dunia perbankan. Risiko yang dihadapi perbankan dalam dunia finansial bisa berupa risiko kredit macet, risiko likuiditas (kemampuan membayar utang jangka pendek), risiko reputasi, hukum dan lain sebagainya.
Semakin mampu perbankan meminimalisasi risiko maka perbankan tersebut akan semakin sehat. Penilaian terhadap resiko terbagi menjadi 8 indikator yaitu:
- Resiko Kredit
- Resiko Pasar
- Resiko Likuiditas
- Resiko Opersional
- Resiko Hukum
- Resiko Stratejik
- Resiko Kepatuhan
- Resiko Reputasi
Meninjau tingkat risiko terbagi atas 5 tingkat. Semakin kecil poin yang diterima maka kesehatan bank dari sisi risiko tersebut semakin baik.
Good Corporate Governance
Konsep GCG (tata kelola perusahaan yang baik) menjadi prasyarat utama untuk menjaga eksistensi agar tidak bangkrut. Bukan hanya perbankan, namun setiap korporasi harus menjunjung tinggi nilai-nilai GCG untuk mewujudkan dan membangun sistem bisnis yang kokoh. GCG yang baik akan menghasilkan hubungan baik dan berkelanjutan antara pihak internal (manajemen) dan pihak luar pemegang saham, investor, dan masyarakat. Dengan demikian, jika bank gagal mengimplementasikan konsep GCG maka berarti ia “sakit” di mata Bank Indonesia maupun dimata nasabah dan pihak lainnya yang berkepentingan. Beberapa indikator dalam GCG yang harus diterapkan oleh bank adalah transparansi, akuntabilitas, fairness (keadilan), responbilitas, dan independensi.
Earning
Earning adalah salah satu penilaian kesehatan bank dari sisi rentabilitas. Indikator penilaian rentabilitas adalah ROA (Return On Assets), ROE (Return On Equity), NIM (Net Interest Margin), dan BOPO (Beban Operasional terhadap Pendapatan Operasional), komponen laba actual terhadap proyeksi anggaran dan kemampuan komponen laba dalam meningkatkan permodalan. Karakteristik bank dari sisi rentabilitas adalah kinerja bank dalam menghasilkan laba, kestabilan komponen-komponen yang mendukung core earning, dan kemampuan laba dalam meningkatkan permodalan dan prospek laba di masa depan.
Karakteristik bank dari sisi rentabilitas adalah kinerja bank dalam menghasilkan laba, kestabilan komponen-komponen yang mendukung core earning, dan kemampuan laba dalam meningkatkan permodalan dan prospek laba di masa depan. Penilaian terhadap faktor earnings didasarkan pada empat rasio yaitu :
- Return on Assets (ROA)
- Return on Equity (ROE)
- Net Interest Margin (NIM)
- Beban Operasional Terhadap Pendapatan Operasional (BOPO)
Capital
Capital atau permodalan memiliki indikator antara lain rasio kecukupan modal dan kecukupan modal bank untuk mengantisipasi potensi kerugian sesuai profil resiko, yang disertai dengan pengelolaan permodalan yang sangat kuat sesuai dengan karakteristik, skala usaha dan kompleksitas usaha bank. Untuk mengukur tingkat kecukupan modal, Bank Inodonesia sebagai pemegang otoritas tertinggi menggunkan pendekatan rasio CAR (Capital Adequecy Ratio). CAR akan ditetapkan lebih rendah atau lebih tinggi oleh BI tergantung pada Risk Profile masing-masing perbankan, karena setiap bank memiliki tingkat risiko yang berbeda. Sederhananya bank yang dinilai sangat berisiko tentunya pengawas Bank Indonesia akan meminta kebutuhan minimum modalnya (CAR) lebih besar.
0 Komentar
Berkomentarlah dengan Sopan dan sesuai Pembahasan