Kaitan Kemiskinan alamiah, Kemiskinan kultural dan Kemiskinan structural
Kemiskinan dalam perspektif ekonomi,
didefiniskan sebagai kekurangan sumber daya yang dapat digunakan untuk memenuhi
kebutuhan hidup dan meningkatkan kesejahteraan. Sumber daya dalam konteks ini
tidak hanya aspek finansial, melainkan semua jenis kekayaan yang dapat
meningkatkan kesejahteraan dalam arti luas.
Kemiskinan dalam perspektif kesejahteraan
sosial mengarah pada keterbatasan individu atau kelompok dalam
mengakses jaringan dan struktur sosial yang mendukung dalam mendapatkan
kesempatan-kesempatan peningkatan produktivitas.
Faktor penghambat tersebut secara umum meliputi faktor internal, dalam hal ini
bersumber dari si miskin itu sendiri, seperti rendahnya pendidikan dan adanya
hambatan budaya.
Sedangkan faktor eksternal berasal dari luar
kemampuan sesorang tersebut, seperti birokrasi atau peraturan-peraturan resmi
yang menghambat seseorang mendapatkan sumber daya.
Secara sederhana kemiskinan dalam persepektif
ilmu kesejahteraan sosial dimaknai sebagai kemiskinan yang pada awalnya disebabkan
oleh kemiskinan ekonomi, kemudian dikarenakan terlalu lama dalam kondisi
tersebut baik karena faktor tidak disengaja, disengaja maupun karena dipelihara
menyebabkan efek domino yaitu tumbuhnya patologi atau masalah-masalah sosial.
Sedangkan resiko ketika kemiskinan sudah menjadi masalah sosial adalah selain
harus menyelesaikan masalah ekonomi itu sendiri juga mengatasi masalah sosial
yang timbul. Contohnya adalah: munculnya kriminalitas, budaya malas, korupsi,
disparitas sosial yang menyebabkan konflik, dan ketergantungan pada pihak lain.
Kemiskinan struktural adalah kemiskinan yang
muncul bukan karena ketidakmampuan si miskin untuk bekerja (malas), melainkan
karena ketidakmampuan sistem dan struktur sosial dalam menyediakan
kesempatan-kesempatan yang memungkinkan si miskin dapat bekerja. Struktur
sosial tersebut tidak mampu menguhubungkan masyarakat dengan sumber-sumber yang
tersedia, baik yang disediakan oleh alam, pemerintah maupun masyarakat yang ada
disekitarnya.
Mereka yang tergolong dalam kelompok ini
adalah buruh tani, pemulung, penggali pasir dan mereka yang tidak terpelajar
dan tidak terlatih. Pihak yang berperan besar dari terciptanya kemiskinan
struktural ini adalah pemerintah, karena pemerintah yang memiliki kekuasaan dan
kebijakan cenderung membiarkan masyarakat dalam kondisi miskin, tidak
mengeluarkan kebijakan yang pro masyarakat miskin, jikapun ada lebih
berorientasi pada proyek, bukan pada pembangunan kesejahteraan. Sehingga tidak
ada masyarakat miskin yang ‘naik kelas’, artinya jika pada awalanya buruh,
nelayan, pemulung maka selamanya menjadi buruh nelayan dan pemulung, karena
tidak ada upaya dalam menaikan derajat dan kemampuan mereka baik itu dalam
kesempatan pendidikan atau pelatihan.
Sedangkan kemiskinan kultural, merupakan kemiskinan yang muncul sebagai akibat adanya nilai-nilai atau kebudayaan yang dianut oleh orang-orang miskin, seperti malas, mudah menyerah pada nasib, kurang memiliki etos kerja dan sebagainya. Ciri dari kebudayaan kemiskinan ini adalah masyarakat enggan mengintegrasikan dirinya dalam lembaga-lembaga utama, sikap apatis, curiga, terdiskriminasi oleh masyarakat luas. Dalam komunitas lokal ditemui ada rumah yang bobrok, penuh sesak dan bergerombol. Ditingkat keluarga, masa kanak-kanak cenderung singkat, cepat dewasa, cepat menikah.
Pada individu mereka ada perasaan tidak berharga, tidak berdaya dan rendah diri akut. Pada kemiskinan ilmiah berkaitan juga dengan kemiskinan structural karena salah satu penyebab kemiskinan structural adalah kurangnya SDA (Sumber Daya Alam), hal ini seringkali didasarkan pada tandusnya kondisi tanah, seringkali terkena bencana alam, dan sektor lainnya yang berhubungan dengan alam sekitar.
0 Komentar
Berkomentarlah dengan Sopan dan sesuai Pembahasan