MAKALAH
PENGANTAR BISNIS DAN MANAJEMEN SYARIAH
“NABI MUHAMMAD Saw SEBAGAI PELAKU BISNIS YANG
UNGGUL”

Oleh:
NAMA : MUZA ISLAN
NIM : B1B1 17
KELAS E
JURUSAN MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS HALUOLEO
KENDARI
2018
KATA
PENGANTAR
Puji
syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala limpahan Rahmat, Inayah,
Taufik dan Hinayahnya sehingga saya dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini
dalam bentuk maupun isinya yang sangat sederhana. Semoga makalah ini dapat
dipergunakan sebagai salah satu acuan, petunjuk maupun pedoman bagi pembaca makalah
Pengantar Ekonomi dan Manajemen Syariah.
Harapan
saya semoga makalah ini membantu menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para
pembaca, sehingga saya dapat memperbaiki bentuk maupun isi makalah ini sehingga
kedepannya dapat lebih baik.
Makalah
ini saya akui masih banyak kekurangan karena pengalaman yang saya miliki sangat
kurang. Oleh kerena itu saya harapkan kepada para pembaca untuk memberikan
masukan-masukan yang bersifat membangun untuk kesempurnaan makalah ini.
Kendari, November 2018
Penyusun
daftar isi
Sampul................................................................................................................
Kata Pengantar.................................................................................................
Daftar Isi............................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang........................................................................................
B. Rumusan
Masalah...................................................................................
C. Tujuan.....................................................................................................
BAB II PEMBAHASAN
A. Bisnis
Pada Zaman Arab Kuno...............................................................
B. Quraisy
Sebagai Suku Pedagang..............................................................
C. Tahapan
Bisnis Nabi Muhammad Saw....................................................
D. Konsep
Bisnis Rasulullah........................................................................
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan.............................................................................................
B. Saran.......................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................
bab I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Kegiatan ekonomi lama yang berkembang hingga zaman modern ini
salah satunya adalah kegiatan bisnis. Dikatakan berkembang karena sebenarnya
bisnis sudah ada sejak nabi muhammad saw bahkan bisa jadi sebelum zaman nabi
muhammad sudah ada aktifitas bisnis. Sejak umur 12 tahun nabi telah diajak
pamanya berdagang ke syiria, hingga saat itu beliau mempelajari ilmu dagang
dari pamanya.
Bisnis nabi
muhammad saw saat itu adalah berdagang, sebuah bisnis dengan bermodalkan pengalaman
serta praktik lapangan yang beliau pelajari dari pamanya. Beliau melakukan
bisnisnya dengan penuh dedikasi dan keuletan. Beliau juga menggunakan sifat
fathanah, shidiq, dan amanah. Sehingga hal itu telah menjadikan nabi sebagai
seoran businessmannyang jujur dan terpercaya, hingga beliau dianugerahi sebuah
gelar al amin.
Cara-cara nabi dalam berbisnis itulah yang
menyebabkan terbukanya berbagai pinjaman komersial di kota mekkah dn sekitarnya
hingga membuka peeluang kemitraan antara nabi dan pemilik modal.
Salah
satu pemilik modal tersebut adalah seorang business women dan konglomerat
sekaligus sebagai istri nabi yang bernama khadijah binti khuwailid yang menawarkan
suatu kerjasama berdasarkan prinsip mudharabah atau profit sharing. Dimana
khadijah memberikan pembiayaan sementara nabi mengontribusikn keterampilan
administrasinya, pemasaran, dan kewiraswastaanya dengan catatan bagi hasil dari
keuntungan yang telah disepakati. Kecakapan
nabi muhammadd saw berwirausaha telah mendatangkan keuntunngan bagi
khadijah dan mitra-mitra usahanya yang tersebar diseluruh jazirah arab.
Dua puluh
tahun lamanya beliau menggeluti dunia bisnis dan perdagangan sehingga beliau
dikenal sebagai seorang entrepreuner yang tangguh di yaman, syiriia, bashra,
yordania dan kota kota lainya di jazirah arabia yang merupakan pusatnya bisnis
bersama india dan china pada waktu itu. Ada
begitu banyak hal yang digunakansebagai modal berbisnis, tidak hanya modal
berupa uang, bahkan etika berbisnis pun bisa menjadi modal utama bagi para
pebisnis yang menginginkan kesuksesan. Oleh karena itu, dalam paper ini akan
dibahas tentang etika bisnis nabi muhammad saw, untuk menambah sedikit wawasan
mengenai hal tersebut
B.
Rumusan
Masalah
Dari
rumusan masalah diatas dapat ditarik rumusan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana
perkembangan Bisnis Pada Zaman Arab Kuno?
2. Mengapa
suku Quraysi dijuluki sebagai suku pedagang?
3. Bagaimana
tahapan Bisnis Rasulullah?
4. Bagaimana
Konsep dagang Rasulullah?
C.
Tujuan
Adapun
tujuan dari penyusunan makalah ini adalah
1. Mengetahui
perkembangan Bisnis dizaman Arab Kuno
2. MEngetahui
mengapa suku Quraisy di juluki sebagai suku pedagang
3. Mengetahui
tahapan bisnis Rasulullah
4. Mengetahui
konsep dagang Rasulullah
bab ii
pembahasan
A.
bISNIS
BANGSA ARAB KUNO
1. Mengenal Bisnis Bangsa Arab Kuno
Berbicara sejarah ummat manusia
tidak akan terlepas dari pembicaraan tentang suku bangsa tertua dimuka bumi yaitu bangsa arab, sejarah kaum
terdahulu dalam sepak terjang mereka menjadi kisah yang seperti tak habisnya
dikupas baik dari sisi positif maupun negatif, termasuk dalam hal bisnis bangsa
Arab juga memiliki sejarah yang sangat menarik, saat ini kita akan berbicara
tentang bisnis bangsa Arab kuno.
Pada masa Arab kuno ini kaum yang
terkenal adalah kaum Magan, Kaum ‘Ad, Kaum Tsamud, Minea, Saba, Hadramaut,
Awsan, Qataban, Himyar, Aksum, Nabasia, Tadmur (Palmyra), Gassan, Lakhmi dan
Kaum Kindah
- ·
Bisnis Kaum Magan Bisnis utama
adalah Mineral tembaga dan Diorit (sejenis batuan yang pada waktu itu sangat
berharga)
- ·
Bisnis Kaum ‘Ad adalah perdagangan
Kemenyan (frankincense) yang pada waktu itu merupakan produk berharga mahal
- ·
Bisnis Kaum Tsamud adalah
perdagangan barang pecah belah (tembikar) unik dengan kualitas dan seni yang
sangat tinggi, selain produk utama juga jual beli produk kemenyan, myrrh, dan
rempah-rempah dari arab selatan
- ·
Bisnis Kaum Minea adalah jasa gudang
penyimpanan dan Jasa transit (penghubung), produk utama perdagangan kaum ini
adalah rempah-rempah,myrrh dan kemenyan.
- ·
Bisnis Kaum Saba komoditas utamanya
adalah cendana, gaharu, rempah-rempah dan tumbuhan beraroma untuk penyedap
masakan.
- ·
Bisnis Kaum Hadramaut adalah Kurma,
ikam, tawas, altamun, kemenyan, barang tenunan dan perak
- ·
Bisnis Kaum Awsan adalah produk
pertanian terutama kemenyan dan myrrh
- ·
Bisnis Kaum Qataban adalah Kemenyan
(kemenyan pada masa itu lebih berharga dari emas) dan myrrh juga
- ·
Bisnis Kaum Himyar juga kemenyan dan
myrrh sebagai komoditas utamanya
- ·
Bisnis Kaum Aksum produk utamanya
adalah gading, tempurung kura-kura, emas dan jamrud
- ·
Bisnis Kaum Nabasia adalah jasa
keuangan, bitumen, peternakan kuda, biri-biri, tembikar, tembaga
- ·
Bisnis Kaum Palmyra adalah sumber
mineral serta jasa perdagangan
- ·
Bisnis Kaum Gassan adalah jasa
perdagangan
- ·
Bisnis Kaum lakhmi adalah
rempah-rempah dan jasa Perdagangan
- ·
Bisnis Kaum Kindah juga Jasa
perdagangan
B. QURASY SEBAGAI SUKU PEDAGANG
1) Sejarah
Perniagaan Quraisy
Jika dipandang dari segi Geografis,
kota Makkah terletak ditengah jalur yang menghubungkan antara Habasyah di
Selatan dan Syam di Utara, banyak orang-orang yang sedang melakukan perjalanan
menuju kedua daerah tersebut menjadikan Makkah tempat persinggahan, hal ini
dikarenakan Makkah memiliki sumber air yang cukup melimpah untuk melepas dahaga
para pengguna jalur tersebut. Jauh sebelum Makkah terkenal menjadi pusat
perdagangan di daerah Jazirah arabia, pada abad ke 3 SM telah berdiri
"Petra" yang dihuni oleh orang-orang Nabatea, kota ini letaknya lebih
strategis lagi dibanding Makkah. karena terletak diantara jalur perdagangan
antara wilayah timur, barat, selatan dan utara, para ahli sejarah mengatakan
Petra berdiri berkat anugerah Geografis yang strategis, orang-orang yang
berasal dari Yaman di selatan menuju wilayah Syam di utara dan orang-orang yang
datang dari timur menuju ke barat menjadikan petra sebagai tempat berteduh yang
nyaman dan aman, Petra berkembang menjadi kota transit bagi para padagang yang
datang secara vertikal maupun horizontal.
Di Utara Petra berdiri kota Tadmor
atau Palmyra yang pada masa sekarang berada diwilayah Syria, kota ini juga
adalah pusat perdagangan, puncaknya keemasan Tadmor menurut catatan sejarah
terjadi pada masa raja Ozeina pada tahun 267 M, akan tetapi bangsa Romawi
menghancurkannya pada tahun 273 M. Berbeda dengan kedua kota tersebut Makkah
lebih spesial lagi, selain menjadi kota untuk mereload perbekalan, disana
terdapat ka'bah yang banyak di muliakan oleh para penganut agama samawi
orang-orang Yaman sejak dipimpin kaum Saba' berabad-abad sebelum Masehi, telah
banyak kita tahu bahwa Ka'bah didirikan sejak masa Nabi Ibrahim as dan putranya
Ismail as, dengan begitu Makkah menjadi pusat komunitas strategis pula karena
letaknya ada di wilayah jalur perdagangan yang menghubungkan selatan dan utara
Jazirah Arabia, dan juga terdapat Ka'bah yang disucikan.
Pada masa sebelum Islam sejarahwan
Al-mas'udi (wafat 956 M-346 H) menceritakan terdapat dua kabilah besar di
Makkah pada saat itu, yaitu kabilah Jurhum dan kabilah Amalik. Jurhum dipimpin
oleh Harits ibn Madhadh menempati wilayah utara makkah. Kabilah Amalik dipimpin oleh Sumaida ibn Huwebar menempati
wilayah selatan Makkah, kedua kabilah ini mewajibkan orang-orang yang melewati
Makkah untuk membayar pajak atau bea masuk, pajak dikenakan untuk membayar
sumur-sumur yang dimanfaatkan airnya. Hal tersebut terus berlanjut hingga
Makkah dipimpin oleh abu ghasysyan dari suku Khuza'ah.
Kemudian pada pertengahan abad ke 5 M Qusay
ibn Kilab seorang pemuka Quraisy memegang tampuk pemerintahan atas suku-suku
yang berada di wilayah Makkah, dibawah kepemimpina Qushay ibn Kilab ia
menghapus secara total bea masuk ke wilayah Makkah. hal inilah yang menjadi
titik awal politik baru dalam perdagangan di wilayah Makkah, tentu saja
penghapusan pajak menarik para kafilah-kafilah dagang yang berbondong-bondong
masuk ke Makkah. diwilayah Makkah terdapat sebuah pusat perdagangan yang
bernama "Ukkaz" yang sangat ramai di kunjungi khususnya pada musim
haji setiap tahunnya. Ukkaz menjadi salah satu "Duty Free" tertua
yang dibangun oleh peradaban manusia. Riwayat tentang bebasnya pajak ini banyak
di kisahkan oleh para ahli sejarah salah satunya Ath-thabary yang mengatakan
bahwa Qhusay ibn Kilab pernah berpidato ditengah-tengah masyarakat seraya
berkata "wahai bangsa Quraisy anda sekalian adalah penghuni rumah tuhan
(Ka'bah) dan mereka adalah para peziarah sekaligus tamu tuhan, perlakukanlah
mereka layaknya kerabat yang bertamu kerumah-rumah kalian, maka buatkanlah bagi
mereka makanan dan minuman agar hilang rasa lapar dan dahaga di tubuh mereka,
jika hartaku cukup untuk memenuhi kebutuhan para tamu tuhan ini tentu aku
akan melakukannya sendiri
Hampir seluruh suku bangsa Arab
meraih kemakmuran ekonomi penduduknya melalui bisnis perdagangan baik berupa
jasa maupun barang, namun diantara mereka ada beberapa kaum yang Allah abadikan
dalam Alquran karena keberpalingan diantaranya kau ‘Ad, Tsamud, Saba Allah Swt
yang menghancurkan mereka karena aktifitas bisnis mereka malah semakin berbuat
kedurhakaan.
Ini menjadi pelajaran penting untuk
pengusaha saat ini, bahwa jangan sampai aktifitas bisnis melalaikan dan
melupakan kita kepada sang Pencipta Allah Swt. seharusnya aktifitas bisnis
sebagai salah satu wasilah (jalan) agar kita mampu mengemban amanah sebagai
khalifah Allah dimuka bumi.
Bangsa Arab memiliki letak geografis di tengah negara-negara
paling besar dan paling awal memiliki kebudayaan. Ke arah timur laut ada negara
Persia, ke arah barat laut ada negara Romawi dan Mesir, ke arah barat daya di
balik lautan ada negara Ethiopia, dan di sebelah selatan ada Samudera Hindia
yang memisahkannya dengan negara India. Tidak
berlebihan jika kita mengatakan bahwa sebagian besar perdagangan dunia, sejak
zaman kuno sampai abad pertengahan adalah perdagangan di antara negara-negara
ini. Dua negara besar yang yang selalu bersaing untuk mendapatkan pengaruh dan
kekuasaan di dunia, yaitu Persia dan Romawi, memiliki hubungan-hubungan dagang
dengan bangsa Arab di utara dan selatan. Meskipun dengan taraf yang lebih
rendah, bangsa Arab juga memiliki hubungan dagang dengan India, Yaman, ‘Amman
dan Bahrain.
Ada dua jalur transportasi perdagangan di jazirah Arabia;
jalur pertama adalah jalur timur yang menghubungkan Yaman dengan Irak: membawa
komoditas Yaman, India dan Persia lewat darat, melintasi bagian barat Irak
kemudian gurun pasir dan akhirnya sampai di pasar-pasar Syam. Di jalur itu,
para pedagang melintasi pasar-pasar Yaman, Irak, Palmyra, dan Syiria. Di setiap
wilayah mereka menjual komoditas yang tidak ada di sana, dan juga membeli
komoditas wilayah itu untuk dibawa ke wilayah-wilayah lain.
Jalur kedua, dan
merupakan yang paling penting, adalah jalur barat yang menghubungkan Yaman
dengan Syam melintasi wilayah-wilayah Syam dan Hijaz, membawa komoditas Yaman,
Ethiopia dan India ke Syam, dan sebaliknya membawa komoditas Syam ke Yaman
lewat jalur laut.
Di kalangan bangsa-bangsa kuno, orang-orang Arab
dikenal sebagai broker (pedagang perantara), yang selalu menjaga jalur
perdagangannya sesuai dengan kebiasaan mereka dan penguasaan mereka terhadap
gurun. Letak geografis negara mereka adalah lingkaran penghubung di antara
kerajaan-kerajaan dunia masa lalu.
Bangsa Quraisy dalam jalur perdagangan itu adalah juaranya.
Merekalah yang memimpin bangsa Arab di semua sisi. Nama Quraisy sendiri seolah
terdengar seperti bentuk tashghir ta’zhim (pengubahan bentuk kata dengan maksud
membesarkan) dari kata al-Qarsy yang adalah seekor binatang besar di laut,
ditakuti oleh binatang-binatang laut lainnya. Letak
geografis negara Arab yang sangat srategis ini seringkali mengundang pihak lain
untuk menguasainya. Alexander The Great misalnya pernah menyerang Arab, namun
tidak lama kemudian ia meninggalkannya. Raja-raja Persia, Babilonia, dan Mesir
di masa lalu juga sangat ingin menguasai negara Arab. Anehnya ia tetap terjaga seperti
adanya sampai akhirnya Inggris berhasil menancapkan kekuasaannya di bagain
timur dan barat jazirah Arabia. Mereka berhasil menguasai Eden, sebuah
pelabuhan alamiah Yaman, di mana kapal-kapal dari Ethiopia dan India berlabuh.
Inggris juga menguasai ‘Aqabah, sebuah tempat perhentian kafilah-kafilah Arabia
di masa lalu, dan merupakan pelabuhan Romawi pertama yang dikuasai oleh bangsa
Arab.
Dengan begitu, Inggris berhasil menguasai wilayah-wilayah
yang sangat berpengaruh terhadap kedua jalur perdagangan ini, yang menjamin
jalur perdagangan India.
Sangat masuk akal jika bangsa Arab masa lalu,
baik laki-laki maupun perempuannya, melakukan aktifitas perdagangan, khususnya
bagi mereka yang negara-negaranya terletak dekat salah satu dari dua jalur
perdagangan ini. Jika pun mereka tidak melakukan aktifitas perdagangan, maka
mereka akan memanfaatkan perdagangan dengan cara bekerja sebagai pemandu jalan
atau pengemudi dari kafilah-kafilah dagang itu.
Oleh karena itu tidak salah jika salah seorang orientalis menyatakan
bahwa bangsa Arab adalah bangsa pedagang dan broker, bukan bangsa yang suka
berperang.
Negara-negara Arab masa lalu seperti Tadamur
(Palmyra), Saba, dan Ma’in, sibuk dalam perdagangan di wilayah timur,
sampai-sampai Taurat merekam kekayaan dan perdagangan mereka. Penduduk Tadamur
membawa barang dagangan bangsa Arab, Irak dan India ke Mesir dan selatan Eropa.
Permata dan mutiara yang dibawa oleh penduduk Tadamur dari negara timur adalah
benda-benda yang sangat disukai dan dibanggakan oleh para raja dan kaisar
Eropa. Tadamur terletak di tengah-tengah
antara negara Persia dan Romawi, antara Irak, Syam dan jazirah Arab.
Hal ini menjadikan Tadamur sebagai tempat persinggahan
kafilah-kafilah dagang dari semua negara ini sejak masa lalu. Akibatnya dapat
ditebak, perdagangan mereka menjadi ramai, kekayaan mereka semakin berlimpah,
dan pasar-pasar mereka menjadi begitu terkenal sampai menjadi kiblat bagi para
pedagang India, Persia, jazirah Arab, Irak, Suriah, Palestina, Mesir, dan
Eropa.
Negara Romawi, yang merupakan negara paling kuat saat itu,
sangat ditakuti oleh kabilah-kabilah Tadamur. Merekapun lalu mengambil hati
negara itu dengan cara sering memberikan upeti dan mengirimkan utusan. Tadamur
mengetahui bagaimana negara Romawi dan Persia seringkali bersaing untuk
menguasai perdagangan Tadamur.
Ketika negara Ma’in di Yaman tumbuh pesat, penduduknya
kemudian melakukan aktifitas perdagangan. Dalam hal ini mereka sangat terbantu
oleh luasnya pengaruh mereka hingga mencapai wilayah-wilayah pantai di laut
tengah dan pelabuhan-pelabuhan teluk Persia. Sementara
negara Saba’ begitu terkenal kekayaan dan perdagangannya, sehingga dalam Taurat
disebutkan bahwa raja Saba’ menyerahkan kepada Nabi Sulaiman sebanyak 12.000 kg
emas dan batu-batu mulia yang sangat banyak. Cukuplah ini menjadi bukti
bagaimana kekayaan yang mereka miliki. Pada masa lalu, bangsa Saba’ adalah
negara Arab yang paling kaya dan paling luas perdagangannya. Mereka membawa
barang-barang dagang dari Ethiopia dan India ke Mesir, Syam, dan Irak. Dengan begitu
mereka lalu membentangkan pengaruh perdagangan mereka sekaligus memonopoli
perdagangan di wilayah-wilayah tersebut. Nicholson,
mengutip Muller, dalam bukunya Tarikh al-Arab al-Adabi menyatakan bahwa sejak
masa yang sangat lama, kapal-kapal telah berlayar membelah lautan di antara
pelabuhan-pelabuhan negara-negara Arab timur dan India. Kapal-kapal itu membawa
berbagai produk khususnya rempah, kemenyan, hewan-hewan langka (seperti kera
dan burung merak) ke pantai ‘Amman.
Pada abad X SM mereka sudah familiar dengan Teluk Persia yang
dari sana mereka menuju ke Mesir dan para raja Firaun beserta para pangerannya
membeli barang-barang mereka. Sulitnya pelayaran di Laut Merah menyebabkan
mereka lebih menyukai jalur darat untuk perdagangan antara Yaman dan Suria.
Kafilah-kafilah dagang itu berangkat dari Chabot di Hadramaut menuju ke Ma’rib
ibu kota Saba’, lalu ke utara menuju Makrabah (yang nantinya menjadi Mekah),
dan tetap di jalurnya dari Batra menuju Gaza menyusuri Laut Mediterania,
melalui laut sepanjang pantai-pantai Hadramaut. Akibat dari perubahan ini—yang
tampaknya terjadi pada abad pertama masehi—adalah melemahnya kekuatan mereka
sedikit demi sedikit.
Yang menggantikan mereka adalah bangsa Himyar
yang menjadikan Arab Hijaz ada dalam kekuasaan mereka, yang kemudian mereka
manfaatkan untuk membawa barang-barang dagangan mereka.
Dengan demikian maka orang-orang Yaman di masa lalu melakukan
transportasi perdagangan antara negara-negara Arab dan negara-negara yang ada
di sekitarnya. Hal ini terus terjaga sampai datangnya abad VI M. Mereka bersama
kerajaan-kerajaan lainnya memonopoli perdagangan di kawasan jazirah Arabia.
Mereka membawa kurma, kismis, kulit, kemenyan, batu-batu mulia, kain-kain tenun
yang mereka dapatkan dari negara asal dengan cara menukarnya dengan
barang-barang lain. Mereka juga membawa barang-barang dagangan yang mereka buat
sendiri seperti parfum dan minyak wangi dan kemudian mereka jual di pasar-pasar
dunia di masa lalu seperti Asia, Afrika dan Eropa. Untuk jangka waktu yang lama
mereka menjadi pengawas perdagangan dunia.
Seiring berjalannya waktu, di tengah
jalur yang sering mereka lewati ini, muncul dua stasiun perdagangan besar yaitu
Mekah dan Madinah. Kedua kota ini menjadi penting, dan para penduduknya ikut
ambil bagian dalam bisnis dagang bersama dengan orang-orang Yaman. Ketika masuk
abad VI M, secara bertahap kendali perdagangan mulai berpindah dari tangan
orang-orang Yaman kepada suku Quraisy, sebuah kabilah Mekah yang disegani. Suku
ini mulai menggantikan peran orang-orang Yaman dalam memonopoli perdagangan
kawasan jazirah Arabia, apalagi dalam suasana keamanan yang tidak menentu.
Peperangan, krisis, dan persaingan yang terjadi antara Persia dan Romawi
merupakan beberapa faktor yang paling besar pengaruhnya terhadap muncul dan
berkembangnya perdagangan Mekah. Namun perdagangan Persia tetap berada dalam
kendali orang-orang Yaman.
Wilayah-wilayah Arab tidak memiliki
kesamaan karakter antara satu dengan yang lain. Manakala Nejed adalah wilayah
yang kering berpasir dan tidak ada usaha pertanian bagi penduduknya, maka di
Yaman kita menemukan banyak wilayah pertanian yang sangat subur yang memberikan
hasil berlimpah. Kita juga menemukan sebagian kota di Hijaz ada yang memiliki
ketandusan seperti Mekah, namun sebagian yang lain banyak terdapat wilayah
pertanian dan perkebunan kurma seperti Madinah dan Taif, meskipun keduanya
tidak setaraf dengan Yaman. Imam al-Alusi mengatakan bahwa penduduk Yaman,
‘Amman dan Bahrain memiliki perniagaan yang sangat luas dan penghidupan yang
sejahtera karena negeri-negeri mereka sangat subur dan mengandung banyak
kekayaan alam. Sementara kekayaan dan perniagaan penduduk Nejed berada di bawah
mereka karena sebagaian besar wilayah negeri mereka adalah pasir.
Ada dua unsur yang sangat
berpengaruh dalam perdagangan di negeri Arab yaitu: orang-orang Nabatean dan
orang-orang Yahudi. Yang pertama membawa minyak dan kapur dari Syam ke Hijaz
dan Irak, lalu dari kedua wilayah itu mereka membawa kulit, kurma dan
produk-produk lainnya. Mereka ikut ambil bagian dalam kafilah dagang bangsa
Arab, sekaligus membangun pasar untuk mereka sendiri di negeri-negeri Arab. Ibn
Sa’d menyebutkan bahwa Hasyim, dalam salah satu perjalanannya singgah di
pasar-pasar orang-orang Nabatean. Ketika terjadi futuh Islam dan banyak
pertempuran, para pedagang Nabatean berperan sebagai pembawa berita antara Syam
dan Hijaz.
Sementara orang-orang Yahudi sangat
terkenal dalam soal perdagangan, khususnya Yahudi Hijaz. Salah satunya adalah
Rafi’ al-Khaybari yang mengirim barang dagangannya lewat kafilah-kafilah dagang
ke Syam. Dari Syam ia kemudian mengimpor berbagai macam kain. Dapat dikatakan
bahwa bisnis kurma dan gandum merupakan kekhususan mereka di utara Hijaz.
Namun posisi orang-orang Yahudi
lebih tinggi dibanding orang-orang Nabatean karena yang disebut pertama itu
menetap di jazirah Arabia, sehingga mereka dapat bersaing dengan penduduk asli
Arabia. Mereka juga memiliki keahlian di bidang pertanian, perdagangan, dan
pengembangan kekayaan. Dengan begitu mereka dapat membangun perkampungan, perkebunan,
benteng, dan pusat-pusat kegiatan umum mereka yang paling terkenal di Madinah
dan Khaibar.
Yang perlu dicermati adalah bahwa
setelah orang-orang Yahudi turut serta menikmati keuntungan-keuntungan
perdagangan bersama dengan penduduk Madinah namun mereka takut kalah dalam
rivalitas ini, akhirnya yang dilakukan oleh orang-orang Yahudi adalah menyemai
benih-benih permusuhan di antara dua suku : ‘Aus dan Khazraj. Ketika permusuhan
sudah benar-benar terjadi antara keduanya, orang-orang Yahudi pun memanfaatkan
situasi ini untuk menguasai perdagangan dan mengembangkan harta benda mereka.
Ketika orang-orang muslim hijrah ke Madinah, dan kemudian penduduk Madinah
sendiri masuk ke dalam agama Islam, orang-orang yahudi kerapkali melakukan
kejahatan terhadap umat Islam, dan mendorong suku-suku Arab untuk mendukung
mereka.
Di samping itu mereka juga memutuskan
perjanjian dengan Nabi Muhammad, sekaligus menikam umat Islam dari belakang.
Terhadap hal itu, Nabi memandang perlunya mengambil tindakan tegas terhadap mereka.
Maka Nabi mengusir Yahudi Bani Qaynuqa dan kemudian Bani Nadhir dari wilayah
Syam. Tindakan serupa juga diambil terhadap Bani Quraizah. Maka Madinah dan
sekitarnya bersih dari orang-orang yahudi. Dengan begitu, kendali perdagangan
kembali kepada penduduk setempat.
Tidak aneh jika perdagangan
merupakan mata pencaharian uatama bagi orang-orang Hijaz. Mereka sangat
mengganderungi dunia perdagangan sehingga mereka sering pergi ke berbagai
wilayah di muka bumi untuk mencari rejeki melalui profesi dagang ini. Oleh
karena itu, sebelum masa Islam, mereka telah mengenal banyak kota di Syam
seperti Bushra, Gazat, Aylah, dan Masyarif. Demikian juga halnya dengan
kota-kota di Irak, Yaman, sampai ke Mesir.
Tidak ada satupun pihak yang
berusaha untuk mengambil alih kendali perdagangan mereka, kecuali bangsa
Ethiopia yang bermaksud menguasai Mekah, pusat perdagangan yang sangat besar di
jazirah Arabia. Sebagian ahli menaksir parfum yang dibeli oleh negera Romawi
dari negara-negara Arab, Persia, dan Cina mencapai 100 juta dirham. Shaydan
adalah pasar parfum yang paling terkenal.
Jauh sebelum kedatangan Islam,
orang-orang Mekah telah mencapai posisi yang sangat penting dalam dunia
perdagangan, itu terjadi pada saat aroma permusuhan antara Persia dan Romawi
begitu kuat. Perdagangan Mekah merupakan jantung kehidupan Romawi dalam banyak
hal, termasuk dalam hal-hal yang mereka sangat ganderungi, yaitu kain sutera.
Bahkan para sejarawan Inggris menduga bahwa di Mekah itulah orang-orang Romawi
membangun outlet-outlet perdagangan yang mereka gunakan untuk urusan-urusan
dagang dan memata-matai keadaan bangsa Arab. Demikian pula di Mekah itu ada
orang-orang Ethiopia yang mencoba peruntungan perdagangan mereka.
Setiap wilayah terkenal dengan
produknya masing-masing. Pisau adalah produk unggulan Yaman. Wilayah Hijaz
terkenal dengan parfum, kain, dan anggur. Sementara al-Najasyi mengatakan bahwa
yang paling mengagumkan dari Mekah adalah produk kulitnya. Yang lain mengatakan
bahwa Mekah adalah pasar budak paling besar.
Yang menjamin kelangsungan geliat
perdagangan ke dalam dan ke luar jazirah Arabia adalah adanya perbedaan produk
di setiap wilayah baik produk ekspor maupun produk inpor.
Al-Hamdani, dalam kitab al-Buldan,
menggambarkan masalah ini dengan sangat bagus: “seandainya bukan karena
kemurahan Allah yang memberikan kekhususan setiap wilayah sesuatu yang tidak
dimiliki oleh wilayah lain, pastilah perdagangan itu akan segera lenyap. Hanya
karena perbedaan itulah maka satu kelompok pergi ke tempat lain untuk membeli
produk, dan kelompok lain pergi ke kelompok lainnya lagi untuk membeli
produknya. Begitu seterusnya sehingga perdagangan ini terus berlangsung. Allah
berfirman: “Kami telah menentukan antara
mereka penghidupan mereka dalam kehidupan dunia, dan kami telah meninggikan
sebahagian mereka atas sebagian yang lain beberapa derajat, agar sebagian
mereka dapat mempergunakan sebagian yang lain” (QS. 43 / al-Zukhruf : 32).
Juga: “Dia menentukan padanya kadar makanan-makanan (penghuni)nya” (QS. 41
/ Fushshilat : 10).
Yang patut diperhatikan adalah
isyarat-isyarat yang ada dalam Alquran berkenaan dengan orang-orang musyrik
Mekah. Di sana ada keterangan yang sangat jelas tentang kesibukan dagang yang
dilakoni oleh orang-orang Arab.
Mislanya firman Allah: “Katakanlah:
“Aku tidak berkuasa menarik kemanfaatan bagi diriku dan tidak (pula) menolak
kemudharatan kecuali yang dikehendaki Allah. Dan sekiranya aku mengetahui yang
ghaib, tentulah aku membuat kebajikan sebanyak-banyaknya dan aku tidak akan
ditimpa kemudharatan. Aku tidak lain hanyalah pemberi peringatan, dan pembawa
berita gembira bagi orang-orang yang beriman.” (QS. 8 / al-A’raf : 188).
Para mufasir menyebutkan bahwa sebab
turunnya ayat ini adalah bahwa orang-orang musyrik berkata: “mengapa Tuhannya
Muhammad tidak mewahyukannya harga-harga barang dagangan sehingga kami
membelinya di waktu murah dan akan menjualnya di waktu mahal sehingga harta
benda kami akan berlipat ganda”.
Ketika Islam berkuasa, kegiatan
perdagangan bangsa Arab tidak dibatasi, melainkan tetap berlanjut seperti di masa
Jahiliyah. Bahkan perdagangan pada masa Islam merupakan kelanjutan dari
perdagangan masa Jahiliyah.
Orang-orang muslim mempersiapkan
karapan-karapan dagang ke Syam sebagaimana halnya di masa Jahiliyah. Mereka
membawa barang-barang mereka dan menjualnya di sana. Dari Syam mereka membawa
dagangan yang lain untuk dijual di Hijaz dan Madinah. Bahkan mereka menyambut
karapan-karapan dagangnya dengan menabuh rebana sebagai tanda kegembiraan
mereka. Para mufasir menyebutkan bahwa Dahyah bin Khalifah al-Kalbi suatu hari
kembali dari perniagaan ke Syam dengan membawa minyak dan makanan. Saat itu
Nabi sedang memberikan kutbah di masjid Madinah, lalu orang-orang menyambut
kedatangan Dahyah–sebagaimana kebiasaan mereka pada zaman Jahiliyah–dengan
sangat gembira. Mereka yang hadir di masjid takut ketinggalan karapan dagang
Dihyah sehingga mereka tidak kebagian membeli dagangan untuk dijual lagi. Dan
itu berarti kehilangan keuntungan. Maka kemudian mereka meninggalkan Nabi yang sedang
menyampaian khutbah. Hanya 12 orang saja yang bertahan dalam masjid. Maka
kemudian Allah menurunkan ayat:
“Dan apabila mereka
melihat perniagaan atau permainan, mereka bubar untuk menuju kepadanya dan
mereka tinggalkan kamu sedang berdiri (berkhotbah).” (QS. 62 / al-Jumu’ah :
11).
Dalam Alquran terdapat isyarat yang
menunjukkan adanya rehat sejarah dalam kehidupan perdagangan Mekah. Itu terjadi
ketika turun ayat:
”Hai orang-orang yang beriman,
Sesungguhnya orang-orang yang musyrik itu najis, Maka janganlah mereka
mendekati Masjid al-Haram sesudah tahun ini. Dan jika kamu khawatir menjadi
miskin, Maka Allah nanti akan memberimu kekayaan kepadamu dari karuniaNya, jika
dia menghendaki. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana.” (QS.
Al-Taubah : 28)
Ketika orang-orang musyrik diharamkan
memasuki Mekah pada tahun 9 H, maka ada ketakutan di kalangan masyarakat akan
terjadinya kemiskinan karena terputusnya perdagangan antara umat Islam dengan
orang-orang musyrik pada musim-musim haji. Maka kemudian Allah menjanjikan
kekayaan untuk mereka bukan melalui jalur perdagangan. Sebagai gantinya,
seperti disebutkan oleh para mufasir, adalah rampasan perang dan penaklukan
(futuh) dalam waktu dekat.
Dengan begini maka kondisi
perdagangan bangsa Arab memasuki sebuah fase baru. Dan Islam sangat memperhatikan
masalah perdagangan bangsa Arab ini dengan menetapkan untuk mereka apa-apa yang
mereka perlukan. Banyak hadits Nabi yang menyinggung masalah hukum jual beli,
monopoli, hutang piutang, laba, dlsb. Para khalifah sesudah Rasulullah pun
sangat memperhatikan masalah perdagangan setelah persoalan-persoalan yang
terakit dengan pembukaan wilayah (futuhat) selesai pada masa Abu Bakar, Umar,
dan Utsman. Perlu kita catat bahwa pada masa futuh itu sendiri masalah
perdagangan ini tidak berhenti, bahkan para pegawai khalifah sendiri sibuk
melakukan bisnis perdagangan. Ini cukup menjadi bukti ibagi kita bahwa bangsa
Arab sangat memperhatikan masalah perdagangan yang memang menjadi profesi
mereka. Umar sangat tegas kepada para pegawainya agar tidak melakukan bisnis
perdagangan. Bahkan dia akan menghukum pegawainya yang menyibukkan diri dalam
perdagangan dan sama sekali tidak mau menerima alasan apapun mengenai masalah
ini. Umar berkata: “Aku ini mengutus kalian sebagai pegawai dan bukan sebagai
pedagang”!
Para sejarawan sepakat bahwa ketiga
khalifah yang pertama adalah para pedagang. Abu bakar dan Utsman adalah
saudagar. Sedangkan Umar, pada masa jahiliyah adalah pedagang di Gaza,
sementara Ali, kita tidak mengetahui bahwa dia melakukan bisnis dagang. Ketika
Islam muncul, Ali masih seorang anak kecil. Namun dia pasti mengetahui soal
perdagangan dan seluk beluknya karena perdagangan ini adalah profesi masyarakat
sekitarnya. Ketika Ali menjabat sebagai khalifah ia memahami pentingnya masalah
perdagangan ini.
Kita juga perlu melihat hal penting
lainnya yang menunjukkan aktifitas, perhatian dan pemikiran masalah perdagangan
dalam kehidupan bangsa Arab. Hal yang dimaksud adalah bahasa, syair dan amtsal
yang memperlihatkan adat istiadat dan kondisi bangsa Arab: hal pertama yang
kita catat dalam masalah ini adalah banyaknya kata-kata dalam bahasa Arab yang
berhubungan dengan perjalanan (safar), singgah di wilayah yang berair, dan
deskripsi tentang binatang-binatang yang digunakan untuk perjalanan (safar)
yang dilakukan.
Para peneliti bahasa-bahasa semitik
kuno membahas tentang kata-kata Arab yang aslinya berbahasa asing. Kajian
mereka ini kemudian sampai pada kesimpulan bahwa bahasa Persia, Ethiopia dan
Aramea adalah “juga merupakan bahasa-bahasa hubungan perdagangan karena para
pedagang Mekah misalnya melakukan kontak dagang dengan orang-orang Aramea di
Damaskus, dengan orang-orang Persia di Heirah dan Madain, dan juga dengan
orang-orang Saba’ dan Himyar di Yaman. Kafilah-kafilah dari negara-negara ini
melintasi jazirah Arabia dari satu penjuru ke penjuru yang lain. Para peniliti
ini menyebutkan beberapa kata yang pada awalnya merupakan kata-kata barang
dagangan yang didatangkan para pedagang Arab dari Persia seperti: Shoulajan
(tongkat lambang kekuasaan), Shonj (canang, gembereng [alat musik]), Fil
(unta), Jamus (kerbau), Misk (kesturi), dan terutama barang-barang tenunan
seperti Dibaj (kain brokat sutera), Istabraq (brokat biasa), Ibrisim (sutera)
Thaylasan (peci), dlsb.
Tidak disangsikan lagi bahwa
percampuran kafilah-kafilah dagang jazirah Arab sejak masa lalu dengan bangsa
Arab Syam dan yang lainnya telah membuat masuk banyak kata asing bidang
perdagangan dan budaya dari Yunani, sampai datangnya masa jahiliyah. Dan
kata-kata ini kemudian mengalami pengaraban dan digunakan untuk jangka waktu
yang lama. Salah seorang peneliti bahkan mengidentifikasi puluhan kata yang
jika dilihat secara sepintas tidak diduga berasal dari bahasa asing. Misalnya
‘iqlid’, ‘iqlim’, ’iksir’, ’bithar’, ’jizyah’, ‘dirham’, ’dukkan’, ’zabarjad’,
dlsb.
Di sana banyak keterangan yang
menggambarkan kehidupan bangsa Arab, termasuk di dalamnya masalah perdagangan
yang sering dijadikan sebagai perumpamaan. Misalnya: “Sesungguhnya orang-orang
yang selalu membaca kitab Allah dan mendirikan shalat dan menafkahkan
sebahagian dari rezki yang Kami anuge- rahkan kepada mereka dengan diam-diam
dan terang-terangan, mereka itu mengharapkan perniagaan yang tidak akan merugi”
(QS. Fathir / 35 : 2,9); “Mereka itulah orang yang membeli kesesatan dengan
petunjuk, maka tidaklah beruntung perniagaan mereka dan tidaklah mereka
mendapat petunjuk” (QS. al-Baqarah / 2 : 16); dlsb. Dan kata-kata perdagangan
(tijarah), keuntungan (ribh), kerugian (khusran) seringkali muncul dalam kosa
kata Alquran. Dan ini cukup untuk menjadi keterangan bahwa perdagangan
merupakan sesuatu yang melekat dalam kehidupan bangsa Arab.
Boleh jadi kita bertanya-tanya:
“perdagangan adalah aktifitas yang meniscayakan bacaan dan hitungan. Lalu
bagaimana bangsa Arab yang katanya ummiy (illiterate) bisa melakukannya?
Jawabannya adalah bahwa penilaian buta huruf itu berlaku bagi bangsa Arab
sebagai sebuah bangsa secara umum, bukan sebagai satuan-satuan.
Ada di antara orang-orang Arab yang
pandai CaLisTung. Orang-orang Quraisy misalnya sudah sejak lama belajar menulis
di Herah dan Anbar, demikian pula penduduk Thaif. Bahkan kita menemukan dalam
Alquran di bagian akhir surat al-Baqarah suatu keterangan yang mendorong kita
untuk berkesimpulan bahwa bangsa Arab akrab dengan CaLisTung dalam aktifitas
perdagangan mereka: “Hai orang-orang yang
beriman, apabila kamu bermu’amalah[179] tidak secara tunai untuk waktu yang
ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. Dan hendaklah seorang penulis di
antara kamu menuliskannya dengan benar. Dan janganlah penulis enggan
menuliskannya sebagaimana Allah mengajarkannya, meka hendaklah ia menulis, dan
hendaklah orang yang berhutang itu mengimlakkan (apa yang akan ditulis itu),
dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya, dan janganlah ia mengurangi
sedikitpun daripada hutangnya”. (QS. al-Baqarah : 282).
C. TAHAPAN BISNIS RASULULLAH
1.
Perkembangan Karir Bisnis Muhammad Saw
Jiwa kewirausahaan
(entrepreneurship) dalam diri Muhammad Saw tidak terjadi begitu saja, tetapi
hasil dari suatu proses panjang dan dimulai sejak beliau masih kecil. (Antonio,
2008). Jauh sebelum diangkat menjadi Nabi dan Rasulullah, beliau sudah dikenal
sebagai pedagang. Bahkan, sejak kecil, putra dari pasangan Abdullah dan Aminah
ini telah menunjukkan kesungguhannya terjun dalam bidang bisnis atau
kewirausahaan (entrepreneurship).
Muhammad Saw mulai merintis karir dagangnya saat berusia 12 tahun dan memulai usahanya sendiri ketika berumur 17 tahun. Pekerjaan sebagai
pedagang terus dilakukan hingga menjelang beliau menerima
wahyu (berusia sekitar 37tahun). Kenyataan ini menegaskan; Muhammad Saw telah
menekuni dunia bisnis selama lebih kurang 25 tahun.
Lebih lama dari masa kerasulan beliau yang berlangsung sekitar 23 tahun.
Terjunnya Muhammad Saw dalam perniagaan sejak dini, tidak terlepas dari kenyataan yang menuntut beliau untuk belajar hidup mandiri. Maklumlah,
tatkala usia 6 tahun, Muhammad kecil sudah ditinggal
wafat kedua orangtuanya. Sejak itu beliau sempat diasuh sang
kakek, Abdul Muthalib, dan dilanjutkan pamannya, Abu Thalib, yang
sangat sederhana kehidupan ekonominya. Kondisi ekonomi
keluarga sang paman yang pas-pasan, membuat Muhammad Saw merasa harus
berusaha untuk meringankan bebannya. Beliau pun sempat bekerja “serabutan”;
membantu tetangga merapihkan pekarangannya, memikul batu untuk sedikit upah atau
mengambil kayu bakar dari hutan atau semak belukar lalu menjualnya di pasar.
Muhammad Saw kecil melakukukan apa saja yang“halal” untuk memperkecil
ketergantungannya kepada sang paman. Muhammad melakukan pekerjaan yang biasa
dikerjakan anak-anak seusianya.
Tatkala merasa mampu bekerja sendiri, beliau mulai menggembala kambing
milik penduduk Makkah dan menerima upah atas jasanya
itu. Kegiatan menggembala kambing mengandung nilai-nilai yang
luhur: pendidikan rohani, latihan merasakan kasih sayang kepada kaum lemah,
serta kemampuan mengendalikan pekerjaan berat dan besar .
Menjelang usia dewasa, beliau memutuskan untuk memilih sektor
perdagangan sebagai karirnya. Beliau
menyadari bahwa pamannya bukanlah orang yang kaya namun memiliki beban keluarga
yang cukup besar . Oleh karena itu Muhammad muda berpikir untuk berdagang.
Terlebih lagi, sebagai salah seorang dari anggota keluarga besar suku Quraisy
yang umumnya pedagang, Muhammad Saw diharapkan menjadi pedagang pula.
Rupanya, kondisi dan pengalaman berdagang masa kecil telah menempa diri Muhammad sehingga dikemudian hari beliau menjadi seorang wirausahawan yang handal dan sukses. Apalagi, nilai-nilai kejujuran, kedisiplinan,
dan semangat pantang menyerah sudah tampak
pada pribadi Insan pilihan Allah ini. Tampak jelas bahwa
Muhammad muda ingin sekali untuk bisa hidup mandiri. Dalamsebuah riwayat beliau
bersabda,:
“Tidak seorang pun
pernah memakan makanan yang lebih baik, daripada yang dimakan dari hasil
kerja dengan tangannya sendiri. Nabi Daud As pun biasa makan hasil kerja
tangannya” (HR. Bukhari).
Ketika merintis karir di
bidang bisnis, beliau mulai berdagang kecil-kecilan di kota Makkah. Muhammad Saw membeli barang-barang dari suatu pasar, lalu menjualnya kepada orang-orang. Fakta ini kian menegaskan, pekerjaan sebagai pedagang sudah dilakukan oleh Muhammad Saw, jauh sebelum beliau menikah dengan Khadijah.
Muhammad Saw sempat menerima modal dari para investor serta anak-anak yatim yang tidak sanggup menjalankan sendiri dana peninggalan
orangtuanya. Mereka sangat mempercayai
Muhammad Saw untuk menjalankan bisnis dengan uang mereka
berdasarkan kerjasama mudharabah.
Mudharabah adalah akad kerjasama antara dua pihak dalam suatu usaha
atau proyek tertentu. Pihak pertama (malik, shahib
al-maal) menyediakan seluruh modal, pihak kedua (amil,
mudharib, nasabah) bertindak selaku manajer atau pengelola.
Keuntungan usaha dibagi sesuai kesepakatan yang dituangkan dalam kontrak. Tetapi, jika terjadi kerugian akan ditinjau secara adil.
Seandainya kerugian timbul akibat risiko bisnis, akibat cuaca, gempa,
atau force majeur lainnya, maka akan ditanggung oleh pemilik modal. Namun
bila kerugian karena keteledoran atau kecurangan pengelola usaha, maka si
pengelola atau manajer wajib bertanggungjawab atas kerugian tersebut.
Kehandalan Muhammad Saw dalam berbisnis, ditunjang oleh pengetahuannya yang luas mengenai wilayah tujuan dagang yang strategis. Tatkala
menjejakkan kakinya ke Bahrain, umpamanya,
menurut satu riwayat Imam Ahmad,Muhammad Saw pernah menerima utusan salah satu
kabilah dari Bahrain. Kepada utusan itu beliau
menanyakan, siapa pemimpinnya? Utusan tersebut menjawab, pemimpinnya adalah Al-Ashajj
Setelah Muhammad Saw bertemu Al-Ashajj, beliau bertanya kepadanya
berbagai hal dan mengenai orang-orang terkemuka. Muhammad Saw pun
menyinggung perihal kota-kota perdagangan di Bahrain seperti Safa,
Mushaqqar, dan Hijar. Al-Ashajj sangat terkejut dengan luasnya wawasan
geografis dan pengetahuan tentang sentra-sentra komersial Muhammad Saw . Katanya, “Sungguh! Anda
lebih tahu tentang negeri saya daripada saya sendiri. Anda juga lebih
banyak mengenal kota-kota di negeri saya daripada yang saya ketahui.”
Lalu Muhammad Saw berkata, “Saya mendapat kesempatan menjelajahi
negeri Anda, dan saya telah diperlakukan dengan baik. Di usia muda,
Muhammad Saw memang sudah menjadi pedagang regional karena daerah
perdagangannya meliputi hampir seluruh Jazirah Arab.
2. Aktivitas Bisnis Muhammad Saw.
Reputasi Nabi Muhammad dalam dunia bisnis
dilaporkan antara lain oleh Muhaddits Abdul Razzaq. Ketika mencapai usia dewasa
beliau memilih perkerjaan sebagai pedagang/wirausaha. Pada saat belum memiliki
modal, beliau menjadi manajer perdagangan para investor (shohibul mal)
berdasarkan bagi hasil. Seorang investor besar Makkah, Khadijah, mengangkatnya
sebagai manajer ke pusat perdagangan Habshah di Yaman. Kecakapannya sebagai
wirausaha telah mendatangkan keuntungan besar baginya dan investornya.Tidak
satu pun jenis bisnis yang ia tangani mendapat kerugian. Ia juga empat kali
memimpin ekspedisi perdagangan untuk Khadijah ke Syiria, Jorash, dan Bahrain di
sebelah timur Semenanjung Arab.
Dalam literatur sejarah disebutkan bahwa di
sekitar masa mudanya, Nabi Saw banyak dilukiskan sebagai Al-Amin atau
Ash-Shiddiq dan bahkan pernah mengikuti pamannya berdagang ke Syiria pada usia
anak-anak, 12 tahun.
Lebih dari dua puluh tahun Nabi
Muhammad Saw berkiprah di bidang wirausaha (perdagangan), sehingga beliau
dikenal di Yaman, Syiria, Basrah, Iraq, Yordania, dan kota-kota perdagangan di
Jazirah Arab. Namun demikian, uraian mendalam tentang pengalaman dan
keterampilan dagangnya kurang memperoleh pengamatan selama ini.
Sejak sebelum menjadi mudharib (fund manager)
dari harta Khadijah, ia kerap melakukan lawatan bisnis, seperti ke kota Busrah
di Syiria dan Yaman. Dalam Sirah Halabiyah dikisahkan, ia sempat melakukan
empat lawatan dagang untuk Khadijah, dua ke Habsyah dan dua lagi ke Jorasy,
serta ke Yaman bersama Maisarah. Ia juga melakukan beberapa perlawatan ke
Bahrain dan Abisinia. Perjalanan dagang ke Syiria adalah perjalanan atas nama
Khadijah yang kelima, di samping perjalanannya sendiri- yang keenam-termasuk
perjalanan yang dilakukan bersama pamannya ketika Nabi berusia 12 tahun.
Di pertengahan usia 30-an, ia banyak terlibat
dalam bidang perdagangan seperti kebanyakan pedagang-pedagang lainnya. Tiga
dari perjalanan dagang Nabi setelah menikah, telah dicatat dalam sejarah:
pertama, perjalanan dagang ke Yaman, kedua, ke Najd, dan ketiga ke Najran.
Diceritakan juga bahwa di samping perjalanan-perjalanan tersebut, Nabi terlibat
dalam urusan dagang yang besar, selama musim-musim haji, di festival dagang
Ukaz dan Dzul Majaz. Sedangkan musim lain, Nabi sibuk mengurus perdagangan
grosir pasar-pasar kota Makkah. Dalam menjalankan bisnisnya Nabi Muhammad jelas
menerapkan prinsip-prinsip manajemen yang jitu dan handal sehingga bisnisnya
tetap untung dan tidak pernah merugi.
D. KONSEP BISNIS RASULULLAH
Walaupun
dahulu aktivitas berdagang sempat dipandang sebelah mata, namun kenyataannya
sekarang banyak orang mulai tertarik menjadi entrepreuner dan membuka usaha
dagang. Dalam islam sendiri, bergadang atau berwirausaha dianggap sebagai salah
satu pekerjaan yang mulia, bahkan mempermudah datangnya rezeki Allah SWT.
Sebagaimana dijelaskan dalam suatu hadist terkemuka yang berbunyi,
“Sembilan dari
sepuluh pintu rezeki ada dalam perdagangan”
Rasul
kita, Nabi Muhammad SAW juga seorang pedagang sejati. Disebutkan dalam
sejarah bahwa beliau memulai bisinisnya sejak berusia 12 tahun. Beliau dikenal
sebagai pedagang yang jujur, ramah bahkan sukses. Kesuksesan nabi Muhammad SAW
dalam berwirausaha tidak hanya sekedar dalam hal materi saja. Tapi juga
keberkahan rezeki yang diperoleh serta memupuk tali persaudaraan antar muslim
(dalam artian memperbanyak patner kerja atau kenalan-kenalan baru).
Berikut ini beberapa
cara berdagang Rasulullah SAW yang bisa kita contoh untuk mengembangkan bisnis
agar lebih sukses dan diridhoi Allah Ta’ala.
1.
Diniatkan
karena Allah SWT (Lillahi Ta’ala)
“Sesungguhnya
amal perbuatan tergantung pada niat, dan sesungguhnya setiap orang akan
mendapatkan sesuai dengan yang ia niatkan. Barangsiapa yang berhijrah karena
Allah dan Rasul-Nya maka ia akan mendapat pahala hijrah menuju Allah dan
Rasul-Nya. Barangsiapa yang hijrahnya karena dunia yang ingin diperolehnya atau
karena wanita yang ingin dinikahinya, maka ia mendapatkan hal sesuai dengan apa
yang ia niatkan.” (HR. Al Bukhari dan Muslim).
Dasar
utama Rasulullah SAW berdagang yakni atas niat karena Allah, lillahi Ta’ala.
Bukan untuk memupuk harta, mencari keuntungan sebanyak-banyaknya ataupun untuk
memikat wanita. Tidak sama sekali! Awal Beliau memulai berdagang, saat itu
usianya masih 12 tahun. Rasul berdagang dengan mengikuti pamannya, Abdul
Munthalib hingga ke negeri Syam (Suriah). Ketika usianya menginjak 15-17 tahun,
Rasul telah berdagang secara mandiri. Beliau berhasil memperluas bisnisnya
hingga ke 17 negara. Sampai-sampai Beliau disebut sebagai khalifah (pemimpin)
dagang dan hingga pada akhirnya kecakapannya dalam berdagang mengundang
perhatian janda Kaya raya berna Siti Khadijah. Beliau pun menikahi Khadijah dan
usaha dagangannya menjadi semakin sukses. Ya, itulah buah dari sebuah niat yang
tulus. Segala sesuatu yang diniatkan untuk mencari ridho Allah, pasti akan
memudahkannya. Maka itu, awali usaha dengan niat lillahi Ta’ala.
2.
Bersikap
jujur
Dalam
menjalani aktivitas kesehariannya, termasuk berdagang, Rasulullah SAW dikenal
akan kejujurannya. Beliau tidak pernah mengurangi takaran timbangan, selalu
mengatakan apa adanya tentang kondisi barang, baik itu kelebihannya ataupun
kekurangan barang tersebut. Bahkan tak jarang Rasul melebihkan timbangan untuk
menyenangkan konsumennya. Atas kejujurannya itu, beliau pun dianugerahi julukan
Al-Amin (yakni seseorang yang dapat dipercaya).
Pentingnya bersikap
jujur dalam berdagang juga disinggung oleh Allah SWT dalam beberapa ayat di
Al-Quran, diantaranya yakni:
“Sempurnakanlah
takaran dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang merugikan, dan timbanglah
dengan timbangan yang lurus. Dan janganlah kamu merugikan manusia pada
hak-haknya dan janganlah kamu merajalela di muka bumi ini dengan membuat
kerusakan.” (QS. AsySyu’araa: 181-183)
“Dan
tegakkanlah timbangan itu dengan adil dan janganlah kamu mengurangi neraca
itu.” (QS. Ar Rahmaan:9)
“Dan
sempurnakanlah takaran dan timbangan dengan adil”. (QS. Al An’aam: 152)
“Dan sempurnakanlah takaran apabila kamu
menakar, dan timbanglah dengan neraca yang benar. ItuIah yang lebih utama
(bagimu) dan lebih baik akibatnya.” (QS. Al lsraa: 35)
Rasulullah
shallallahu alaihi wasallam bersabda:“Sesungguhnya para pedagang
(pengusaha) akan dibangkitkan pada hari kiamat sebagai para penjahat kecuali
pedagang yang bertakwa kepada Allah, berbuat baik dan jujur.” (HR. Tirmidzi)
3.
Menjual
barang berkualitas bagus
Prinsip
berikutnya yang dianut oleh Rasulullah SAW dalam berdagang yakni menjaga
kualitas barang jualannya. Beliau tidak pernah menjual barang-barang cacat.
Sebab itu akan merugikan pembeli dan bisa menjadi dosa bagi si penjual.
Diriwayatkan
dari Uqbah bin Amir radhiyallahu ‘anhu, beliau mendengar Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda: Seorang muslim adalah saudara bagi muslim
yang lain, tidak halal bagi seorang muslim untuk menjual barang yang ada
cacatnya kepada temannya, kecuali jika dia jelaskan. (HR. Ibn Majah)
4.
Mengambil keuntungan sewajarnya\]
Seringkali kita jumpai pedangan atau pebisnis yang menjual
barangnya dengan harga jauh lebih mahal dari harga aslinya. Mereka berusaha
mengambil laba setinggi mungkin tanpa memikirkan kondisi konsumen. Taktik
seperti ini tidak pernah dilakukan oleh Rasulullah SAW. Selain menyalahi agama,
menjual barang dengan harag terlalu mahal juga membuat dagangan kita kurang
laku. Sebaliknya, Nabi SAW selalu mengambil keuntungan sewajarnya. Bahkan
ditanyai oleh pembeli tentang modalnya, beliau akan memberitahukan
sejujur-jujurnya. Intinya, tujuan Nabi berdagang bukan semata-mata mengejar
keuntungan duniawi saja. Tapi juga mencari keberkahan dari Allah SWT.
Allah
Ta’ala berfirman: “Barangsiapa yang menghendaki keuntungan akhirat,
akan Kami tambahkan keuntungan itu baginya, dan barangsiapa yang menghendaki
keuntungan dunia, Kami berikan kepadanya sebagian dari keuntungan dunia dan
tidak ada baginya suatu kebahagiaan pun di akhirat .” (QS.
Asy-Syuraa: 20)
5.
Tidak
Memberikan Janji (sumpah) berlebihan
Ketika
berdagang sebaiknya jangan memberikan janji atau sumpah-sumpah berlebihan.
Semisal, “barang ini tidak akan rusak hingga setahun”. Kita tidak tahu apa yang
akan terjadi, semua hal dapat berubah atas izin Allah SWT. Maka itu, janganlah
mengklaim barang ini super bagus, super awet dan sejenisnya. Sumpah itu tidak
baik. Apalagi sampai bersumpah palsu, jelas perkataan tersebut termasuk dusta
dan dibenci oleh Allah Ta’ala.
Diriwayatkan
dari ‘Abdurrahman bin Syibel bahwa Rasulullah Shallallahu’alaihi
Wasallam bersabda: “Para pedagang adalah tukang maksiat”. Diantara
para sahabat ada yang bertanya: “Wahai Rasulullah, bukankah Allah telah
menghalalkan jual-beli?”. Rasulullah menjawab: “Ya, namun mereka sering
berdusta dalam berkata, juga sering bersumpah namun sumpahnya palsu”. (HR.
Ahmad)
Diriwayatkan dari
Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Sumpah
itu melariskan barang dagangan, akan tetapi menghapus keberkahan”
6.
Saling menguntungkan kedua belah pihak
Cara
berdagang rasulullah selanjutnya dengan mengutamakan prinsip saling
menguntungkan serta suka sama suka antar pembeli dan penjual. Tidak ada yang
ditutupi-tutupi dari barang dagangannya. Dan harus mencapai kesepakatan
bersama, baik dalam harga, jenis barang, dan cara memberikan barang tersebut kepada
pembeli.
Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Janganlah dua orang yang
berjual-beli berpisah ketika mengadakan perniagaan kecuali atas dasar suka-sama
suka. (HR. Ahmad).
Sesungguhnya
perniagaan itu hanyalah perniagaan yang didasari oleh rasa suka sama suka. (HR.
Ibnu Majah)
7.
Menjual barang miliknya sendiri
Jual beli
dengan metode dropshipping tentunya cukup berisiko. Sebab kita (selaku penjual)
tidak mengetahui kondisi barangnya secara langsung. Hanya lewat foto. Bagaimana
jika nantinya buter menerima barang yang cacat? Atau mungkin proses
pengirimannya lama? Hal ini tentu mengecewakan si pembeli. Maka itu, Rasulullah
SAW menyarankan agar kita tidak menjual barang yang bukan milik kita. Sebab itu
bisa merugikan pihak lain.
Hakim bin
Hizam pernah bertanya pada Rasulullah shallallahu‘alaihi wa sallam: “Wahai
Rasulullah, ada seseorang yang mendatangiku seraya meminta kepadaku agar aku
menjual kepadanya barang yang belum aku miliki, dengan cara terlebih dahulu aku
membelinya untuknya dari pasar?” Rasulullah menjawab : “Janganlah engkau
menjual sesuatu yang tidak ada padamu .” (HR Abu Daud, Ibnu Majah,
Tirmidzi dan Nasai)
8.
Tidak
melakukan penipuan
Dalam
berdagang Rasulullah SAW juga tidak pernah melakukan penipuan. Perlu diketahui
bahwa tindakan menipu pembeli, sekecil apapun dan dalam bentuk apa saja itu
tentu dilarang oleh agama.
Diriwayatkan
dari Abu Huraira ra: Rasulullah pernah melewati setumpuk makanan, lalu
beliau memasukkan tangannya ke dalamnya, kemudian tangan beliau menyentuh
sesuatu yang basah, maka pun beliau bertanya, “Apa ini wahai pemilik makanan?”
Sang pemiliknya menjawab, “Makanan tersebut terkena air hujan wahai
Rasulullah.” Beliau bersabda, “Mengapa kamu tidak meletakkannya di
bagian makanan agar manusia dapat melihatnya? Ketahuilah, barangsiapa menipu
maka dia bukan dari golongan kami.” (HR. Muslim)
Dalam
hadist lain, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Barangsiapa
yang menipu, maka ia tidak termasuk golongan kami. Orang yang berbuat makar dan
pengelabuan, tempatnya di neraka” (HR. Ibnu Hibban)
9.
Tidak
menimbun barang
Menimbun
barang merupakan keadaan dimana seseorang membeli barang dengan stok sangat
banyak dari pasar, lalu menyimpannya dalam kurun waktu lama dan menjual barang
tersebut dengan harga sangat mahal. Ketahuilah bahwa menimbun barang adalah
perbuatan dzalim.
·
Pertama aktivitas ini menyembabkan terganggunya mekanisme
jual-beli di pasar. Stok barang di pasar akan habis dan itu merugikan pedagang
lain.
·
Kemudian, dengan sengaja menyimpan barang dan mengelurkannya
sangat permintaan konsumen melonjak. Sehingga ia bisa menaikkan harganya. Ini
tentu tidak diperbolehkan dalam islam. Sebab sama saja dengan mencari
keuntungan untuk diri sendiri.
·
Dan terakhir, barang yang telah ditimbun dalam waktu lama itu
biasanya kualitasnya menurun. Entah itu rusak, cacat atau habis masa
kadaluarsanya.
Diriwayatkan
dari Ma’mar bin Abdullah bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda, “Tidaklah seseorang melakukan penimbunan melainkan dia adalah
pendosa.” (H.r. Muslim)
10.
Bersikap
ramah dengan pembeli
Bersikap
ramah, santun dan selalu tersenyum kepada pembeli juga merupakan cara berdagang
Rasulullah SAW. Apabila kita bisa bersikap baik dengan pembeli, maka pembeli
pasti juga senang. Sebaliknya jika kita menunjukkan wajah judes dan cemberut
tentu pembeli akan malas dan kabur, tidak akan membeli di tempat kita lagi.
11.
Tidak
menjual barang haram
Menjual
barang-barang haram jelas tidak diperbolehkan dalam islam, dan Nabi juga tidak
pernah melakukan hal tersebut. Maka itu, jauhilah berdagang barang-barang yang
tidak jelas kehalalannya, semisal minuman keras, rokok, patung dan sebagainya.
Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Perdagangan khomr telah
diharamkan” (HR. Bukhari)
”Sesungguhnya bila
Allah telah mengharamkan atas suatu kaum untuk memakan sesuatu, pasti Ia
mengharamkan pula hasil penjualannya.” (HR Ahmad)
12.
Tidak
menjelek-jelekan dagangan orang lain
Jika kita
hendak berdagang, sebaiknya lakukan secara benar sesuai syariat agama. Tidak
perlu kita menjelek-jelekan dagangan orang lain dengan tujuan agar semua
konsumen lari menuju kita.
Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda , “Janganlah seseorang diantara
kalian menjual dengan maksud untuk menjelekkan apa yang dijual orang lain” (HR.
Muttafaq Alaih)
13.
Memberikan
upah kepada karyawan tepat waktu
Hal
penting lain yang perlu diketahui , jika Anda memiliki seorang karyawan maka
berikan upah kepada karyawan tersebut dengan tepat waktu. Jangan
menunda-nundanya, sebab ia juga telah memeras keringatnya demi menjalankan
usaha Anda agar lancar. Jadi berikan hak-nya sebagaimana perjanjian yang telah
dikesepakati.
Diriwayatkan
dari ‘Abdullah bin ‘Umar bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda: “Berikan kepada seorang pekerja upahnya sebelum keringatnya
kering.” (HR. Ibnu Majah)
14.
Tidak
mudah putus asa
Seorang
pedangan tidak akan bisa sukses jika mudah berputus asa. Perlu Anda ketahui
bahwa segala seuatu membutuhkan proses. Begitupun dengan berdagang atau
berbisnis. Tidak mungkin hanya sebulan, dua bulan, atau tiga bulan Anda
berhasil meraih untung berlipat ganda dan mendadak jadi kaya. Its
impossible! Kecuali Allah berkehendak.
Umumnya,
akan datang masa dimana Anda merasakan “terjatuh” dan jungkir balik. Dan disaat
itu terjadi, satu hal yang dibutuhkan yakni semangat pantang menyerah
sebagaimana yang diajarkan oleh Rasulullah SAW.
Allah
Ta’ala berfirman: “Dan jangan kamu berputus asa dari rahmat Allah.
Sesungguhnya tiada berputus asa dari rahmat Allah, melainkan kaum yang kafir.”(QS.
Yusuf: 87)
15.
Tidak
melupakan ibadah
Kunci
utama keberhasilan Rasul SAW dalam berdagang yakni tidak melupakan ibadah.
Allah Ta’ala berfirman:
“Hai orang-orang
yang beriman, apabila diseru untuk menunaikan shalat pada hari Jum’at, maka
bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli. Yang
demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui. Apabila telah ditunaikan
shalat, maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah dan
ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung. (QS.Al Jumu’ah :9-10)
“Hai orang-orang
yang beriman, janganlah harta-hartamu dan anak-anakmu melalaikan kamu dari
mengingat Allah. Barangsiapa yang membuat demikian maka mereka itulah
orang-orang yang rugi. (QS.Al Munafiqun:9.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Rasulullah SAW adalah seorang
pebisnis dan pedagang yang handal. Visi beliau dalam berdagang hanya satu,
yaitu: “Bahwa transaksi bisnis sama sekali tidak ditujukan untuk memupuk
kekayaan pribadi, namun justru untuk membangun kehormatan dan kemuliaan bisnis
dengan etika yg tinggi. Adapun hasil yang didapat harus didistribusikan ke
sebanyak mungkin umat.”
Prinsip yang beliau pegang
cukup 3 hal saja, yaitu:
·
Jujur
·
Saling menguntungkan kedua pihak
·
Hanya menjual produk yang bermutu tinggi
Sejumlah hadits yang
memberikan tuntunan perdagangan menunjukkan bahwa Muhammad Saw mengetahui
seluk-beluk bisnis. Beliau memahami strategi supaya perdagangan bisa
berhasil. Beliau mengetahui sifat dan perilaku yang merusak atau
menghambat bisnis perdagangan. Lebih dari itu, Muhammad Saw memahami
berbagai hal yang merusak sistem pasar secara keseluruhan,
seperti kecurangan timbangan, menyembunyikan cacat barang yang dijual,
riba, gharar,dan sebagainya. Beliau telah membuktikan, kesuksesan dalam bisnis
dapat dicapai tanpa menggunakan cara-cara terlarang. Catatan yang menegaskan bahwa Muhammad Saw tetap menekuni
dunia bisnis setelah menikah, didukung dengan sifat kemandirian beliau
yang telah tertanam sejak kecil.
Perjalanan karir Muhammad
Saw di bidang perdagangan dapat disimpulkan sebagai berikut:
·
Pada usia 12 tahun, Muhammad Saw telah mengenal perdagangan yang
dapatdiistilahkan dengan magang (internship).
·
Hal ini terus dilakukan sampai usia 17 tahun ketika beliau telah
mulai membuka usaha sendiri. Pada usia ini beliau sudah menjadi seorang
business manager. Dalam perkembangan selanjutnya, ketika pemilik modal
Makkah mempercayakan pengelolaan perdagangan mereka kepada Muhammad Saw
beliau menjadi seorang investment manager.
·
Saat berusia 25 tahun dan menikah dengan Khadijah, Muhammad Saw
tetap mengelola perdagangannya sebagai mitra bisnis Khadijah. Dengan
demikian beliau termasuk sebagai business owner .
·
Menginjak usia 30-an, Muhammad Saw menjadi seorang investor
dan mulai memiliki banyak waktu untuk memikirkan kondisi masyarakat. Pada
saat ini Muhammad Saw sudah mencapai apa yang disebut sebagai kebebasan
uang (financial freedom)dan waktu. Sejak itulah beliau mulai sering
menyendiri (tahannuts) ke Gua Hira‟. Hal ini dilakukan hingga mendapat wahyu pertama pada usia 40 tahun. Periode
baru dalam hidup Muhammad Saw sebagai seorang Nabi dan Rasul dimulai.
B. PENUTUP
Demikianlah uraian yang
dapat saya sampaikan dalam makalah
ini. Sebagai manusia biasa, tentunya makalah ini masih jauh dari kesempurnaan.
Oleh karena itu, kritik dan saran dari para pembaca sangat kami nantikan demi
kesempurnaan makalah dimasa yang akan datang. Semoga makalah ini bermanfaat
bagi saya pada khususnya dan bagi
pembaca pada umumnya.
DAFTAR PUSTAKA
Adam. (2018). https://www.islampos.com/perjalanan-bisnis-rasulullah-muhammad-sang
entreuprener-64579/
https://dienfaqieh.wordpress.com/2010/02/24/perniagaan-bangsa-arab-masa-jahiliyah-dan-masa-islam