Aspek Ekonomi
Secara
teoritis, dari sisi kebijakan pembangunan ekonomi terdapat dua
aspek yang perlu diperhatikan:
·
Aspek yang pertama adalah penciptaan iklim
usaha yang kondusif, terutama berupa kestabilan ekonomi makro yang
tercermin dari harga barang dan jasa, nilai tukar, dan suku bunga.
· Aspek yang kedua adalah pengembangan
infrastruktur perekonomian yang mencakup pengembangan seluruh lembaga pendukung
bagi berjalannya akivitas ekonomi, yaitu pengembangan seluruhh lembaga
pendukung yaitu sektor usaha. sektor keuangan/perbankan. perangkat hukum dan
peradilan, serta lembaga penrerintahan/birokrasi yang mengeluarkan berbagai
ketentuan dan kebijakan. Upaya pemeliharaan kestabilan ekonomi makro berada di
dalam lingkup tugas kebijakan ekonomi makro yaitu kebijakan moneter, kebijakan
fiskal, dan kebiiakan nilai tukar.
Sementara
upaya pengembangan infrastruktur ekonomi berada di dalam lingkup tugas
kebijakan ekonomi mikro, seperti kebijakan di bidang industri. perdagangan,
pasar modal. perbankan, dan sektor keuangan lainnva. Kebijakan moneter dan
kebilakan di bidang perbankan merupakan cakupan bidang tugas Bank Indonesia
berdasarkan UU No.23 Tahun 1992 sebagaimana telah diubah dengan UU No.3 Tahun
2004.
Kebijakan Ekonomi sebelum Krisis
Sebelum terjadi krisis ada empat kebijakan
umum yang dijalankan dalam rangka mencapai dan memelihara kestabilan ekonomi
makro (S. Soedradjad Djiwandono, 1996) yaitu:
·
Menerapkan kebijakan anggaran berimbang untuk
menghindari penggunaan hutang dalam negeri dalam pembiayaan pengeluaran
pemerintah.
·
Menerapkan kebijakan moneter yang berhati-hati
yang menjaga agar pertumbuhan likuiditas sesuai dengan pertumbuhan permintaan
riil.
·
Menjaga agar nilai tukar rupiah selalu berada
pada posisi yang realistis. Pada awalnya ini dilakukan melalui kebijakan
devaluasi setiap kali situasi ekonomi menuntut demikian. Kemudian sejak tahun
1986 hal ini dilakuhan melalui penyesuaian sasaran nilai tukar rupiah secara
harian yang ditujukan untuk memelihara daya saing industri-industri
berorientasi ekspor dan sekaligus agar perkembangan nilai tukar rupiah sesuai
dengan kondisi permintaan dan penawaran di pasar valuta asing.
·
Mempertahanhan kebijakan lalu lintas devisa
bebas sejak tahun 1971. Kebijakan ini telah menarik investasi asing dan membuat
perekonomian Indonesia dapat menyesuaikan diri terhadap perubahan kondisi di
pasar internasional dengan relative cepat.
Berbagai
langkah kebijakan tersebut telah mendukung pemeliharaan kondisi ekonomi makro
yang relatif stabil dan dapat diprediksi selama periode sebelum krisis ekonomi
1997. Dalam periode tersebut laju inflasi relatif terkendali pada tingkat
rata-raladi bawah l0% per tahun. Defisit transaksi berada pada tingkat yang
dapat dikendalikan. Sementara jumlah cadangan devisa berada pada kisaran yang
dapat membiayai kebutuhan impor rata-rata selama lima bulan.
Sedangkan
suku bunga riil (real
interest rate) dapat dipertahankan pada tingkat yang selalu positif
sehingga mampu mendorong kenaikan tabungan dan investasi. Selain itu, nilai
tukar riil juga berhasil dipertahankan pada level yang mampu menjaga daya saing
komoditas ekspor di pasar internasional. Di sektor keuangan, dalam rangka
mengatasi kesenjangan antara tabungan dan investasi, upaya menggerakkan sumber
dana domestik dilakukan dengan mengembanglian infrastruktur sektor keuangan,
khususnya industry perbankan.
Hal
ini dapat diperhatikan dari rangkaian deregulasi sektor keuangan yang dilakukan
pemerintah sejak tahun 1983. Dapat dikatakan bahwa proses deregulasi
perekonomian yang dilakukan dalam periode tersebut harnpir sama dengan
deregulasi sektor keuangan.
Strategi
deregulasi sektor keuangan yang diterapkan, dimulai secara terbatas dengan
menetapkan suku bunga bank lebih realistis pada tahun l968 - 1970 dan kemudian
dilanjutkan dengan Deregulasi I Juni l983 dan Paket Deregulasi 27 Oktober l988
(Pakto). Deregulasi tersebut telah mampu meningkatkan peran lembaga
intermediasi dan penyedia jasa perbankan yang pada gilirannya menunjang pertumbuhan
ekonomi yang cukup tinggi di masa lalu. Di sisi lain, pertumbuhan perbankan
yang sangat pesat ini menimbulkan permasalahan tersendiri.
Di
tingkat makro misalnya. perkembangan industri perbankan yang sangat pesat
tersebut menimbulkan permasalahan di sektor moneter. Dari kepentingan
pengendalian moneter. perkembangan sektor perbankan yang amat pesat tersebut,
yang salah satunya didorong oleh arus globalisasi, telah menyebabkan berbagai
hubungan kausalitas antara besaran-besaran moneter menjadi tidak tetap, yang
berimplikasi kepada maliin kompleksnya transmisi kebijakan moneter dan kurang
efektifnya instrumen moneter yang ada. Kompleksitas permasalahan ini
bagaimanapun juga turut mempengaruhi kemampuan kita dalam merespon setiap
gejolak yang timbul dalam perekonomian.