EKONOMI
MANAJERIAL
“ANALISIS BREAK-EVEN POINT”
A.
ANALISIS
BREAK-EVEN POINT
1.
Pengertian
Break Even Point
Break Even Point adalah suatu
titik tertentu dimana pengeluaran/ biaya dan pendapatan berada pada posisi yang
seimbang (titik impas) sehingga tidak terdapat kerugian ataupun keuntungan.
Pendapat lain mengatakan bahwa pengertian BEP adalah suatu keadaan dimana
kegiatan operasi perusahaan tidak menderita kerugian dan juga tidak memperoleh
laba (impas) karena jumlah biaya yang dikeluarkan sama dengan jumlah
pendapatan. Teknik analisis Break
Even Point ini digunakan oleh suatu perusahaan untuk menganalisis
proyeksi seberapa banyak unit yang diproduksi atau sebanyak apa uang yang harus
diterima agar perusahaan tersebut berada pada titik impas atau balik modal.
Agar lebih
memahami apa itu BEP (Break
Even Point), maka kita dapat merujuk pada pendapat beberapa ahli
berikut ini:
1. Zulian Yamit
Menurut Zulian Yamit (1998:62),
pengertian BEP adalah suatu keadaan dimana total pendapatan besarnya sama
dengan total biaya (Total Revenue = Total Cost).
2. Henry Simamora
Menurut Henry Simamora (2012:170), definisi
BEP adalah volume penjualan dimana jumlah pendapatan dan jumlah bebannya sama,
tidak ada laba maupun rugi bersih.
3. S. Munawir
Menurut S. Munawir (2002), pengertian
BEP adalah suatu keadaan dimana dalam operasinya perusahaan tidak memperoleh
laba dan tidak menderita rugi (total penghasilan = total biaya)
4. Mulyadi
Menurut Mulyadi (1997:72), pengertian
BEP adalah suatu keadaan dimana suatu perusahaan tidak memperoleh laba dan
tidak menderita kerugian, dengan kata lain suatu usaha dikatakan impas jika
jumlah pendapatan (revenue) sama dengan jumlah biaya, atau
apabila laba kontribusi hanya dapat digunakan untuk menutup biaya tetap saja.
5. Subur Harahap
Menurut Subur Harahap (2004),
pengertian BEP adalah suatu kondisi perusahaan tidak memperoleh laba dan tidak
menderita kerugian. Artinya semua biaya yang telah dikeluarkan untuk operasi
produksi bisa ditutupi oleh pendapatan dari penjualan produk.
Break Even Point (BEP) dapat diartikan sebagai suatu
titik atau keadaan dimana perusahaan di dalam operasinya tidak memperoleh
keuntungan dan tidak menderita kerugian. Dengan kata lain, pada keadaan itu
keuntungan atau kerugian sama dengan nol. Hal tersebut dapat terjadi bila
perusahaan dalam operasinya menggunakan biaya tetap, dan volume penjualan
hanya cukup untuk menutup biaya tetap dan biaya variabel. Apabila penjualan
hanya cukup untuk menutup biaya variabel dan sebagian biaya tetap, maka
perusahaan menderita kerugian. Dan sebaliknya akan memperoleh memperoleh
keuntungan, bila penjualan melebihi biaya variabel dan biaya tetap yang harus
di keluarkan. Analisis break even sering digunakan dalam hal yang lain misalnya
dalam analisis laporan keuangan. Dalam analisis laporan keuangan kita dapat
menggunakan rumus ini untuk mengetahui:
a) Hubungan antara penjualan, biaya,
dan laba
b) Struktur biaya tetap dan variable
c) Kemampuan perusahaan memberikan
margin unutk menutupi biaya tetap
d) Kemampuan perusahaan dalam menekan
biaya dan batas dimana perusahaan tidak mengalami laba dan rugi
Selanjutnya, dengan adanya analisis
titik impas tersebut akan sangat membantu manajer dalam perencanaan keuangan,
penjualan dan produksi, sehingga manajer dapat mengambil keputusan untuk
meminimalkan kerugian, memaksimalkan keuntungan, dan melakukan prediksi
keuntungan yang diharapkan melalui penentuan:
o
harga
jual persatuan,
o
produksi
minimal,
o
pendesainan
produk, dan lainnya
Dalam
penentuan titik impas perlu diketahui terlebih dulu hal-hal dibawah ini
agar titik impas dapat ditentukan dengan tepat, yaitu:
o
Tingkat
laba yang ingin dicapai dalam suatu periode
o
Kapasitas
produksi yang tersedia, atau yang mungkin dapat ditingkatkan
o
Besarnya
biaya yang harus dikeluarkan, mencakup biaya tetap maupun biaya variable.
2.
Tujuan
Analisis Break Even Point (BEP)
Setiap perusahaan tentu
ingin memperoleh laba dari kegiatan usahanya. Untuk mencapai hal itu ada
beberapa hal yang dapat dilakukan terkait dengan Break Even Point, yaitu:
1.
Menekan
biaya produksi dan operasional sampai serendah mungkin tanpa mengesampingkan
kualitas dan kuantitas sehingga perusahaan dapat mempertahankan tingkat harga
produk.
2.
Menentukan
harga produk dengan penuh perhitungan sehingga harga produk sesuai dengan laba
yang dikehendaki.
3.
Meningkatkan
volume kegiatan semaksimal mungkin.
Tiga poin di atas harus
dilakukan secara bersamaan karena masing-masing memberikan dampak bagi
keseluruhan kegiatan operasi. Itulah sebabnya struktur laba suatu perusahaan
sering digambarkan dalam Break Even Point (BEP) untuk memudahkan memahami
hubungan antara biaya, volume kegiatan, dan laba.
3.
Manfaat dan Kegunaan Analisis Break
Even (Titik Impas)
Analisis Break even secara umum
dapat memberikan informasi kepada pimpinan, bagaimana pola hubungan antara
volume penjualan, cost/biaya, dan tingkat keuntungan yang akan diperoleh pada
level penjualan tertentu. Analisis break even dapat membantu pimpinan dalm
mengambil keputusan mengenai hal-hal sebagai berikut:
a. Jumlah penjualan minimal yang harus
dipertahankan agar perusahaan tidak mengalami kerugian.
b. Jumlah penjualan yang harus dicapai
untuk memperoleh keuntungan tertentu.
c. Seberapa jauhkah berkurangnya
penjualan agar perusahaan tidak menderita rugi.
d. Untuk mengetahui bagaimana efek
perubahan harga jual, biaya dan volume penjualan terhadap keuntungan yang
diperoleh.
Analisis break
even point ini selain digunakan untuk menganalisis pada unit berapa
atau pada omzet penjualan berapa perusahaan tidak menderita rugi dan tidak
menerima keuntungan.
Menurut Bustami dan Nurlela (2006:208), berikut ini adalah
beberapa manfaat BEP:
a)
Perusahaan
dapat mengetahui jumlah penjualan minimun yang harus dipertahankan agar tidak
merugi.
b)
Perusahaan
dapat mengetahui jumlah penjualan yang harus dicapai agar memperoleh laba.
c)
Perusahaan
dapat mengetahui seberapa besar berkurangnya penjualan agar perusahaan tidak
mengalami kerugian.
d)
Perusahaan
mengetahuai sejauh mana dampak perubahan harga jual, biaya, dan volume
penjualan.
e)
Perusahaan
dapat menentukan bauran produk yang dibutuhkan untuk mencapai tingkat
keuntungan yang telah ditargetkan.
Sedangkan menurut Carter dan Usry, ada dua manfaat analisis Break Even
Poin bagi suatu perusahaan adalah:
a)
Perusahaan
mendapatkan informasi maupun pedoman dalam menyelesaikan berbagai masalah yang
dihadapi. Misalnya penambahan/ penggantian fasilitas produksi atau investasi
dalam aktiva tetap lainnya.
b)
Perusahaan
mendapat informasi yang dapat membantu proses pengambilan keputusan, dalam
kaitannya keputusan menutup usaha atau tidak, dan kapan sebaiknya suatu
perusahaan dihentikan.
4.
Komponen BEP
Break Even Poin (BEP) terdiri dari beberapa komponen di
dalamnya. Adapun komponen-komponen BEP adalah sebagai berikut:
a) Biaya Tetap (Fixed Cost)
Biaya tetap adalah biaya yang konstan jika perusahaan
melakukan kegiatan produksi ataupun tidak melakukan produksi. Contoh biaya
tetap diantaranya; gaji tenaga kerja, biaya penyusutan mesin, biaya peralatan,
dan lain sebagainya.
a) Biaya Variabel (Variable Cost)
Biaya variabel adalah biaya per unit dimana sifatnya
dinamis tergantung pada tindakan volume produksinya. Jika produksi yang
direncanakan meningkat maka biaya variabelnya akan meningkat. Contoh biaya
variabel; biaya listrik, biaya bahan baku, biaya kantong plastik, dan lain
sebagainya.
b) Harga Penjualan (Selling Price)
Harga penjualan adalah harga jual yang ditetapkan per
unit barang atau jasa yang telah diproduksi oleh perusahaan.
5.
Jenis
Biaya Berdasarkan Break Even (Titik Impas).
Biaya yang dikeluarkan perusahaan dapat dibedakan sebagai
berikut:
a) Variabel Cost (biaya Variabel)
Variabel cost merupakan jenis biaya yang selalu berubah sesuai dengan
perubahan volume penjualan, dimana perubahannya tercermin dalam biaya variabel
total. Dalam pengertian ini biaya variabel dapat dihitung berdasarkan
persentase tertentu dari penjualan, atau variabel cost per unit dikalikan
dengan penjualan dalam unit.
b) Fixed Cost (biaya tetap)
Fixed cost merupakan jenis biaya yang selalu tetap dan tidak
terpengaruh oleh volume penjualan melainkan dihubungkan dengan waktu(function
of time) sehingga jenis biaya ini akan konstan selama periode tertentu. Contoh
biaya sewa, depresiasi, bunga. Berproduksi atau tidaknya perusahaan biaya ini
tetap dikeluarkan.
c) Semi Varibel Cost
Semi variabel
cost merupakan jenis biaya yang sebagian variabel dan sebagian tetap,
yang kadang-kadang disebut dengan semi fixed cost.
6.
Asumsi
yang digunakan dalam Break Even Point
Mudah tidaknya perhitungan atau
penutupan titik break even point tergantung pada konsep-konsep
yang mendasari atau asumsi yang digunakan didalamnya.
Menurut Susan Irawati dalam
bukunya “Manajemen Keuangan” memaparkan asumsi dasar
yang digunakan dalam break even point adalah sebagai berikut :
a) Biaya yang terjadi dalam suatu
perusahaan harus digolongkan kedalam biaya tetap dan biaya variabel.
b) Biaya vaiabel yang secara total
berubah sesuai dengan perubahan volume, sedangkan biaya tetap tidak mengalami
perubahan secara total.
c) Jumlah biaya tetap tidak berubah
walaupun ada perubahan kegiatan, sedangkan biaya tetap perunit akan
berubah-ubah.
d) Harga jual perunit konstan selama
periode dianalisis.
e) Jumlah produk yang diproduksi
dianggap selalu habis terjual.
f) Perusahaan menjual dan membuat satu
jenis produk, bila perusahaan membuat atau menjual lebih dari satu jenis produk
maka “perimbangan hasil penjualan” setiap produk tetap.
7.
Keterbatasan
Analisis Break Even Point
Analisis break even dapat dirasakan
manfaatnya apabila titik break even dapat dipertahankan selama periode
tertentu. Keadaan ini at dipertahankan apabila biaya-biaya dan harga jual dalah
konstan, karena naik turunnya harga jual dan biaya akan mempengaruhi titik
break even. Dalam kenyataan analisis ini agak sukar untuk diterapkan. Oleh
sebab ini bagi analis perlu diketahui bahwa analisis break even mempunyai
limitasi-limitasi tertentu, yaitu:
a) Fixed cost haruslah konstan selama periode atau
range of out put tertentu
b) Variabel cost dalam hubungannya dengan sales
haruslah konstan
c) Sales price perunit tidak berubah dalam periode
tertentu
d) Sales mix adalah konstan
Berdasarkan
limitasi-limitasi tersebut, BREAK EVEN POINT (BEP) akan
bergeser atau berubah apabila:
·
Perubahan
FC, terjadi sebagai akibat bertambahnya kapasitas produksi, dimana perubahan
ini di tandai dengan naik turunnya garis FC dan TC-nya, meskipun perubahannya
tidak mempengaruhi kemiringan garis TC. Bila FC naik BEP akan bergeser keatas
atau sebaliknya.
·
Perubahan
pada variabel cost ratio atau VC per unit, dimana perubahan ini akan menentukan
bagaimana miringnya garis total cost. Naiknya biayaVC per unit akan menggeser
BEP keatas atau sebaliknya.
·
Perubahan
dalam sales price per unit .Perubahan ini akan mempengaruhi miringnya garis
total revenue (TR). Naiknya harga jual per unit pada level penjualan yang sama
walaupun semua biaya adalah tetap, akan menggeser kebawah atau sebaliknya.
·
Terjadinya
perubahan dalam sales mix. Apabila suatu perusahaan memproduksi lebih dari satu
macam produk maka komposisi atau perbandingan antara satu produk dengan produk
lain (sales mix) haruslah tetap. Apabila terjadi perubahan misalnya terjadi
kenaikan 20% pada produk A sedangkan produk B tetap maka BEP pun akan berubah.
8.
Kelemahan Break
Even Point
Ø Asumsi yang menyebutkan harga jual
konstan padahal kenyataan harga ini kadang-kadang harus berubah sesuai dengan
kekuatan permintaan dan penawaran di pasar. Untuk menutuapi kelemahan
itu, maka harus dibuat analisis sensitivitas untuk harga jual yang berbeda.
Ø Asumsi terhadap cost,
penggolongan biaya tetap dan biaya variabel juga mengandung kelemahan. Dalam
keadaan tertentu untuk memenuhi volume penjualan biaya tetap tidak bisa tidak
harus berubah karena pembelian mesin-mesin atau peralatan lainnya. Dengan
demikian juga perhitungannya biaya variabel perunit juga akan dapat dipengaruhi
perubahan ini.
Ø Jenis barang yang dijual tidak
selalu satu jenis.
Ø Biaya tetap juga tidak selalu tetap
pada berbagai kapasitas.
Ø Biaya variabel juga tidak selalu
berubah sejajar dengan perubahan volume.
Namun
begitu,asumsi-asumsi terhadap analisis titik impas seperti asumsi terhadap
biaya yang dianggap tetap, kapasitas produksi serta tingkat penjualan dengan
jumlah dan harga yang juga diasumsikan tetap, maupun biaya variable yang
disumsikan berubah sebanding dengan perubahan volume penjualan perlu dilakukan
karena untuk dapat membuat suatu model analisis mau tidak mau perlu adanya
asumsi yang mendasari perhitungan tersebut, agar perhitungan yang dilakukan
dapat menghasilkan hal-hal yang ingin kita prediksi. Kelemahan-kelemahan yang
terjadi merupakan resiko dari prediksi yang dilakukan sehingga dalam
pengambilan keputusan melalui analisis titik impas tetap perlu adanya
kehati-hatian dari manajer guna menghindari kesalahan yang berakibat pada
kerugian usaha.
CONTOH
Misalnya
ada seorang pengusaha baru yang mendirikan bisnis pabrik kaos. Setiap bulan produksi
pabrik tersebut 50 kaos.Sedangkan harga per buahRp 50.000.Untuk biaya variabel
per kaos rata-rata Rp 30.000 dan rata-rata biayatetaptahunanRp 2.000.000.
Pertanyaannya
berapa jumlah sepatu yang harus diproduksi dan harga per kaos agar mencapai
BEP?
Pertama-tama
hitung terlebih dahulu jumlah kaos yang
harus diproduksi supaya mencapa ititik impas atau BEP.
BEP unit produk = FC / (P-VC)
=
2.000.000 / (50.000 – 30.000) = 100 buahkaos
BEP unit rupiah = FC / (1 – (VC/P))
=
2.000.000 / (1 – (30.000/50.000) = Rp 5.000.000
Maka
pabrik tersebut harus memperoleh keuntungan (omset) sebesar Rp5.000.000 untuk mencapai
BEP.
Untuk
membuktikan apakah hitungan tersebut benar adalah dengan mengalikan unit BEP x
hargajual per unit.
BEP
= 100 x Rp 50.000 = Rp 5.000.000
B.
ANALISA
BIAYA - VOLUME – LABA
Analisa
biaya-volume-laba (cost volume profit analysis) menyajikan informasi kepada
manajemen tentang dampak perubahan biaya, pendapatan, volume dan bauran produk
terhadap laba. Analisis CVP berfokus pada hubungan biaya-volume-laba dan dampak
dari pola perilaku biaya terhadap pengambilan keputusan. Pemahaman terhadap
pola perilaku biaya perusahaan akan mempermudah pengambilan keputusan manajemen
dalam hal penetapan harga produk, penerimaaan/penolakan pesanan, analisis
penghematan biaya, dan promosi atas lini produk yang lebih menguntungkan.
Titik
Impas (BEP) dalam Unit Salah satu bentuk analisis CVP yang populer adalah
perhitungan titik impas perusahaan. Titik impas (Break Even Point /BEP) adalah
suatu titik yangmenunjukkan volume pendapatan yang tidak menimbulkan laba atau
rugi. Pada saat
BEP,
pendapatan total sama dengan biaya total sehingga besarnya laba sama dengan
nol. Analisis impas membuat perusahaan menelaah pola perilaku biaya tetap dan
biaya variabel.
1. Penggunaan Laba Operasi dalam
Analisis Biaya-Volume-Laba
Untuk
bisa menentukan jumlah produk yang harus dijual untuk mencapai titikimpas, maka
kita bisa berfokus pada laba operasi, yaitu laba yang berasal dari operasi
normal perusahaan. Yang harus kita lakukan adalah:
1. menentukan
pengertian unit dan
2. memisahkan
biaya antara komponen biaya tetap dan biaya variabelnya.
Laba operasional = pendapatan
penjualan - biaya variabel - biaya tetap
Laba
operasional = (harga x unit terjual) - (biaya variabel x unit terjual) - biaya
tetap total
Dengan
menetapkan nilai nol pada laba operasional, memasukkan biaya variabel dan biaya
total tetap, serta menyelesaikan persamaan di atas, maka kita akan dapat menemukan
jumlah unit yang harus terjual pada BEP.
Contoh:
Penjualan
(1.000 x Rp 3.000) Rp3.000.000
Biaya
variabel (1.000 x Rp1800) (1.800.000)
Marjin
kontribusi
1.200.000
Biaya
tetap 720.000
Laba
operasi Rp 480.000
Jika
X adalah unit yang dijual pada titik impas, maka persamaan laba operasinya
adalah:
0 = 3.000X - 1.800 X - 660.000
1.200X
= 720.000
X
= 600
Jadi
titik impas tercapai pada penjualan sebanyak 600 unit produk. Hal ini juga
dapat dibuktikan dari perhitungan berikut ini:
Penjualan
(600 x Rp 3.000)
Rp1.800.000
Biaya
variabel (600 x Rp1.800) (1.080.000)
Marjin
kontribusi 720.000
Biaya
tetap 720.000
Laba
operasi Rp 0
2. Cara Pintas Menghitung BEP
Mengingat
bahwa persamaan CVP diturunkan dari laporan rugi laba berbasisvariabel costing,
maka kita dapat menghitung jumlah unit dalam BEP secara lebih cepat dengan
berfokus pada marjin kontribusi (contribution margin). Marjin kontribusi
diperoleh dari pendapatan penjualan dikurangi biaya variabel total.
Marjin
kontribusi merupakan hasil penjualan yang tersedia untuk menutup biayatetap dan
menghasilkan laba, yang dapat dinyatakan dalam total, dalam jumlah per unit,
atau sebagai persentase. Pada kondisi BEP, marjin kontribusi sama dengan
biaya
tetap.
Jumlah unit (BEP) =
biaya tetap/marjin kontribusi per unit
Dengan
menggunakan contoh diatas, maka;
Jumlah
unit pada titik impas = Rp720.000/(Rp3.000 - Rp1.800) = 600
3. Penjualan Dalam Unit Untuk
Mencapai Target Laba
Analisis
CVP juga dapat digunakan untuk menentukan berapa banyak unityang harus dijual
untuk memperoleh target laba tertentu. Target laba dapat ditentukan dalam
nominal tertentu atau sebagai persentase dari penjualan.
Pendekatan
laba maupun pendekatan marjin kontribusi bisa digunakan untukmenghitung target
laba tersebut. Dengan asumsi bahwa biaya tetap tidak berubah, dampak perubahan
jumlah unit terjual terhadap laba dapat dihitung dengan mengalikan marjin
kontribusi per unit dengan perubahan jumlah unit terjual.
Jika
semisal target laba yang ditentukan Rp 750.000, maka dengan menggunakan
persamaan dasar titik impas kita hanya perlu menambahkan targetlaba sebesar Rp
750.000 pada biaya tetap sehingga didapatkan:
Jumlah unit =
(Rp720.000 + Rp750.000)/Rp1.200 = 1.230 unit
1.
Titik
Impas (BEP) dalam Nominal Penjualan
Untuk
menghitung BEP dalam nominal, biaya variabel dianggap sebagaipersentase
penjualan. Namun, penjualan pada BEP juga dapat dihitung secara singkat dengan
rumus:
Penjualan pada BEP =
biaya tetap x (harga/marjin kontribusi)
Penjualan pada BEP =
biaya tetap/rasio marjin kontribusi
Dengan
asumsi bahwa biaya tetap tidak berubah, rasio marjin kontribusi dapat digunakan
untuk menentukan dampak perubahan pendapatan penjualan terhadap laba,yaitu dengan
mengalikan rasio marjin kontribusi dengan perubahan penjualan. Rasio marjin
kontribusi merupakan bagian penjualan yang tersedia untuk menutupi biaya tetap
dan menghasilkan bagian laba.
Contoh
di atas menunjukkan rasio marjin kontribusi 40%, artinya dalam setiap Rp1
penjualan tersedia Rp0,40 yang dapat digunakan untuk menutup biaya tetap dan
menghasilkan laba. Titik impas akan dicapai pada penjualan Rp1.800.000,00.
Titik impas =
Rp720.000/0,40 = Rp1.800.000
Dalam
menggambarkan pengaruh biaya tetap terhadap laba, ada tiga kemungkinan yang
muncul:
1. Biaya tetap = marjin kontribusi, artinya
laba nol (perusahaan pada titik impas).
2. Biaya tetap > marjin kontribusi,
artinya perusahaan memperoleh laba.
3. Biaya tetap < marjin kontribusi
artinya perusahaan mengalami kerugian.
2.
Penyajian
Secara Grafis Hubungan CVP
Hubungan
CVP dapat juga dianalisis dengan grafik dua sumbu. Sumbuhorisontal menunjukkan
unit yang terjual dan sumbu vertikal menunjukkan pendapatan penjualan. Garis
total pendapatan dimulai pada titik nol dan meningkat dengan kemiringan yang
sama dengan harga jual per unit. Garis total biaya memotong sumbu vertikal pada
sebuah titik yang sama dengan total biaya tetap dan meningkat dengan kemiringan
yang sama dengan biaya variabel per unit.
Jika
total pendapatan berada di bawah garis total biaya, maka akan muncul daerah
rugi. Sebaliknya, daerah laba akan muncul jika garis total pendapatan berada di
atas garis total biaya. Titik impas berada titik perpotongan antara garis
penjualan total dan garis biaya total. Titik impas pada gambar di bawah ini
terletak pada penjualan 600 unit produk dan tingkat pendapatan penjualan
Rp1.800.000,00.
Analisis
CVP mudah digunakan dan murah biayanya, namun mengandung kelemahan karena
menggunakan beberapa asumsi berikut:
Ø Analisis
mengasumsikan bahwa fungsi pendapatan dan fungsi biaya berbentuklinier.
Ø Analisis
mengasumsikan bahwa harga, total biaya tetap, dan biaya variabel perunit dapat
diidentifikasikan secara akurat dan tetap kostan sepanjang rentangyang relevan.
Ø Analisis
mengasumsikan bahwa apa yang diproduksi dapat dijual.
Ø Untuk
analisis multi produk, diasumsikan bahwa bauran penjualan diketahui.
Ø Diasumsikan
bahwa harga jual dan biaya diketahui dengan pasti.
Analisis Multi Produk
Analisis
multi produk memerlukan adanya asumsi terkait dengan bauranpenjualan(sales
mix), yaitu kombinasi berbagai produk yang dihasilkan/dijual perusahaan. Dengan
menentukan suatu bauran penjualan tertentu, analisis multi produk dapat diubah
ke dalam analisis produk tunggal. Namun untuk analisis CVPkita harus
menggunakan bauran penjualan dalam unit. Perusahaan dapat menyelesaikan masalah
multiproduk dengan mengkonversinya menjadi produk tunggal, yaitu menetapkan
produk-produk tersebut sebagai suatu paket, misal suatu paket terdiri dari 3
produk A dan 2 produk B.
Berdasar
titik impas sebesar 82 paket ini, maka titik impas akan terjadi pada penjualan
produk
A sebanyak 246 paket (3 x 82) dan produk B sebanyak 164 paket (2 x 82).
Analisis Sensitivitas
Semua
pembahasan di atas menganggap bahwa semua variabel (harga, biayatetap, biaya
variabel) bersifat konstan. Dalam perencanaan, perlu diperhitungkan kemungkinan
berubahnya salah satu variabel yang akan mempengaruhi besar kecilnya target
laba. Analisis sensitivitas merupakan sebuah teknik "bagaimana jika"
untuk mengetahui dampak dari perubahan asumsi-asumsi yang mendasari variabel
independen terhadap variabel dependennya. Analisis ini cukup mudah dilakukan,
yaitu dengan memasukkan data mengenai harga, biaya varieabel, biaya tetap, dan bauran
penjualan serta dengan menggunakan rumus untuk menghitung titik impas dan
target laba yang diharapkan. Data kemudian dapat diubah-ubah untuk mengetahui
dampak perubahan terhadap laba yang ditargetkan. Penggunaan spreadsheet
computer akan mempermudah perhitungan yang harus dilakukan.
Beberapa
perubahan variabel yang biasa dibahas antara lain:
Ø Perubahan
harga jual. Menaikkan harga memungkinkan turunnya permintaanproduk tetapi juga
menurunkan titik impas produk. Menurunkan harga biasanyadiharapkan dapat
menaikkan volume penjualan namun juga menaikkan titik impasproduk.
Ø Perubahan
biaya variable. Penurunan biaya variable per unit akan menurunkantitik impas.
Hal ini dapat dilakukan dengan meningkatkan efisiensi penggunaanbahan baku
maupun tenaga kerja langsung.
Ø Perubahan
biaya tetap. Manajemen dapat mempertimbangkan kenaikan biayatetap dengan
mengharapkan kenaikan volume penjualan, misalnya melaluikenaikan biaya iklan,
kenaikan biaya pelatihan pramuniaga dan salesman, dll.Kenaikan biaya tetap akan
mengubah titik impas dan volume penjualan untukmencapai target laba tertentu.
Ø Perubahan
lebih dari satu variabel secara serentak. Dalam dunia nyata,seringkali beberapa
variabel berubah dalam waktu bersamaan, misalnyamenurunkan hargasekaligus
meningkatkan biaya iklan atau menaikkan harga jual sekaligus meningkatkan biaya
variabel untuk kualitas yang lebih baik.
Manajemen
dapat memilih strategi yang dianggap paling tepat, sesuai dengankondisi
persaingan, prediksi tentang pnerimaan/penolakan konsumen terhadap penurunan/kenaikan
harga jual, kenaikan/penurunan biaya tetap dan biaya variable yang dimungkinkan
serta kombinasi dari faktor-faktor tersebut. Dua konsep yang dapat digunakan
oleh manajemen dalam mengukur risiko yang dihadapinya adalah marjin pengaman
(margin of safety) dan pengungkit operasi (operating leverage).
Ø Marjin
Pengaman (Margin of Safety)
Marjin
pengaman adalah unit yang dijual atau diharapkan akan terjual di atastitik
impas/pendapatan yang dihasilkan atau diharapkan akan dihasilkan di atas titik
impas. Misalnya: volume impas adalah 300 unit dan penjualan saat ini 500 unit,
maka marjin pengamannya 200 unit. Demikian pula jika titik impasnya Rp450.000
dan pendapatan saat ini Rp750.000, maka marjin pengamannya Rp300.000. Marjin
pengaman juga dapat dinyatakan dalam persentase, misalnya dari contoh diatas
40% (200/500).
Marjin
pengaman adalah ukuran kasar risiko. Semakin besar marjin pengamanmaka semakin
kecil pula risiko kerugian jika terjadi penurunan penjualan dari yang
diharapkan.
Ø Pengungkit
Operasi (Operating Leverage)
Operating
leverage adalah ukuran besarnya penggunaan biaya tetap dalamsuatu perusahaan.
Semakin tinggi biaya tetap, maka semakin tinggi operating leverage dan semakin
besar pula sensitivitas laba bersih terhadap perubahan penjualan. Perusahaan
yang memiliki operating leverage tinggi akan mengalami peningkatan persentase
yang besar dalam labanya jika terjadi sedikit saja peningkatan dalam penjualan
namun juga mengalami penurunan persentase laba yang besar jika terjadi
penurunan penjualan. Sebaliknya, perusahan yang memiliki operating leverage
rendah, akan mengalami peningkatan/penurunan persentase yang rendah dalam
labanya jika terjadi peningkatan/penurunan penjualan.
Besar
kecilnya operating leverage (degree of operating leverage - DOL) untuk tingkat
penjualan tertentu diukur dengan menggunakan rasio marjin kontribusi terhadap
laba.
DOL = marjin
kontribusi/laba operasi
Ø Analisis
CVP dan Perhitungan Biaya Berdasarkan Aktivitas
Analisis
CVP dapat digunakan dalam perhitungan biaya berdasarkan aktivitasnamun
analisisnya harus dimodifikasi. Analisis sensitivitas digunakan disini.
Biayatetap dipisahkan dari berbagai jenis biaya yang berubah-ubah dengan
penggerak biaya tertentu. Cara yang termudah adalah mengelompokkan biaya
variable sebagai biaya tingkat unit, tingkat batch dan tingkat produk.
Kemudian, dampak keputusan terhadap batch dan produk dapat diuji dalam kerangka
kerja CVP.
0 Komentar
Berkomentarlah dengan Sopan dan sesuai Pembahasan