Manajemen Pendapatan Asli Daerah (PAD)
Pendapatan asli daerah merupakan pennerimaan yang
berasal dari sumber-sumber di dalam wilyah suatu daerah tertentu dan dipungut
berdasarkan undang undang yang berlaku. Semakin tinggi kemampuan daerah dalam menghasilkan
PAD, maka semakin besar pula diskresi daerah untuk menggunakan PAD tersebut
sesuai dengan aspirasi, kebutuhan, dan prioritas pembangunan daerah.
Peningkatan PAD tidak hanya menjadi perhatian pihak eksekutif, namun legislatif
pun berkepentingan sebab besar kecilnya PAD akan mempengaruhi struktur gaji
anggota dewan.
Manajemen Pajak Daerah
Secara umum, pajak daerah memberikan kontribusi
terbesar terhadap penerimaan Pendapatan
Asli Daerah. Kontribusi pajak daerah terhadap total penerimaan daerah
juga terus mengalami peningkatan. Sebagai contoh, berdasarkan data yang
dikeluarkan BPS, proporsi pajak daerah seluruh kabupaten/kota dibandingkan
total peneritnaan daerah pacia tahun 2003 adalah sebesar 2,52%, tahun 2004
meningkat menjadi 2,85%. Namun demikian, jika dibandingkan dengan total
penerimaan pajak negara baik pajak pusat maupun pajak daerah. proporsi
penerimaan pajak daerah kabupaten dan kota seluruh Indonesia hanyalah berkisar
antara 3-7% dari total penerimaan pajak nasional. Dengan kata lain porsi pajak
daerah dibandingkan pajak pusat memang relatif masih kecil. Namun demikian,
pemerintah daerah juga masih akan menerima bagi hasil PPh Wajib Pribadi. PBB
dan BPHTB yang jumlahnya cukup besar bagi daerah.
Peraturan perundangan mengenai pajak daerah
mengalami beberapa kali perubahan. Peraturan perundangan di bidang pajak daerah
antara lain UU No.11 Drt Tahun 1957 tentang Peraturan Umum Pajak Daerah, UU No.
18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, UU No. 34 Tahun 2000
tentang Perubahan atas UU No. 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah clan Retribusi
Daerah. Kemudian pada tahun 2009 pemerintah pusat mengeluarkan UU No. 28 Tahun
2009 tentang pajak dan Retribusi Daerah menggantikan UU No. 34 Tahun 2000.
Prinsip Pajak Daerah
Manajemen pajak daerah .iuga terkait dengan
pemenuhan prinsip-prinsip umum perpajakan daerah yang baik. Prinsip pajak
daerah tersebut adalah (Devas. 1989):
- Prinsip Elastisitas. Pajak daerah harus
memberikan pendapatan yang cukup dan elastis, artinya mudah naik turun
mengikuti naik/turunnya tingkat pendapatan masyarakat
- Prinsip Keadilan. Pajak daerah harus memberikan
keadilan, baik adil secara vertikal dalam arti sesuai dengan tingkalan
sosial kelompok masyarakat maupun adil secara horizontal dalam arti
berlaku sama bagi setiap anggota kelompok masyarakat.
- Prinsip Kemudahan Administrasi. Administrasi
pajak daerah harus fleksibel, sederhana, mudah dihitung, dan memberikan
pelayanan yang memuaskan bagi wajib pajak.
- Prinsip Keberterimaan Politis. Pajak daerah
harus dapat diterima secara politis oleh masyarakat, sehingga masyarakat
sadar untuk membayar pajak.
- Prinsip Nondistorsi Terhadap Perekonomian.
Pajak daerah tidak boleh menimbulkan dampak negatif terhadap perekonomian.
Pada dasarnya setiap pajak atau pungutan akan menimbulkan suatu beban baik
bagi konsumen maupun produsen. Namun diusahakan jangan sampai suatu pajak
atau pungutan menimbulkan beban tambahan yang berlebihan sehingga
merugikan masyarakat dan perekonomian daerah.
Terkait dengan prinsip-prinsip pajak tersebut, maka
manajemen perpajakan daerah harus mampu menciptakan sistem pemungutan yang
ekonomis, efisien, dan efektif'. Pemerintah daerah harus memastikan bahwa
penerimaan pajak lebih besar dari biaya pemungutannya. Selain itu, pemerintah
daerah perlu menjaga stabilitas penerimaan pajak tersebut. Fluktuasi penerimaan
pajak hendaknya dijaga tidak terlalu besar sebab jika sangat fluktuatif juga
kurang baik untuk perencanaan keuangan daerah.
Manajemen Pajak Kendaraan Bermotor dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor
Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) dan Bea Balik Nama
Kendaraan Bermotor (BBNKB) merupakan pajak provinsi yang hasilnya akan
dibagihasilkan ke daerah yang besarannya bervariasi untuk masing-masing daerah
tergantung pada besarnya objek pajak di daerah bersangkutan dengan proporsi
pembagian berdasarkan peraturan perundangan. Dasar Pengenaan Pajak Kendaraan
Bermotor (DPP) ditentukan berdasarkan nilai jual kendaraan bermotor (NJKB) dan
juga bobot kadar kerusakan jalan dan pencemaran lingkungan. NJKB didasarkan
atas harga pasaran umum (HPU).
Untuk meningkatkan penerimaan PKB, beberapa
pemerintah provinsi melakukan kebijakan pemutihan biaya balik nama kendaraan
bermotor dengan harapan setelah kendaraan tersebut dibalik nama maka pemerintah
provinsi nantinya akan memperoleh pendapatan pajak kendaraan bermotor
bersangkutan. Kebijakan lain yang juga dapat ditempuh pemerintah provinsi untuk
meningkatkan penerimaan PKB adalah dengan menetapkan tarif pajak yang Iebih
tinggi untuk kendaraan mewah, kendaraan dengan diameter silinder mesin (CC)
lebih besar, kendaraan dengan bobot lebih berat, dan kendaraan yang tahun
pembuatannya lebih baru. Perbaikan pelayanan administrasi juga penting
dilakukan, misalnya dengan komputerisasi sistem administrasi pajak, sistem
pelayanan terpadu, penyederhanaan prosedur pembayaran, dan menciptakan
lingkungan kantor tempat pembayaran pajak yang nyaman bagi wajib pajak.
Manajemen Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor (PBBKB)
Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor (PBBKB) adalah
pajak yang dikenakan atas konsumsi bahan bakar kendaraan bermotor berupa
premium, pertamax, solar, dan bahan bakar gas. Jumlah PBBKB didasarkan pada
transaksi BBM di wilayah provinsi bersangkutan dikalikan dengan tarif pajaknya.
Manajemen pajak yang perlu dilakukan pemerintah daerah terhadap PBBKB adalah
mengoptimalkan kerjasama dengan pihak Pertamina. Sebab pajak ini dikumpulkan
melalui Pertamina. Selain itu tentunya pemerintah daerah juga meningkatkan
pelayanan transportasinya, misalnya dengan pemeliharaan jalan secara rutin.
Manajemen Pajak Hotel
dan Restoran
Keunggulan dari pajak hotel dan restoran adalah
keduanya bersifat mengambang (buoyant) dan punya cukup kemampuan menghasilkan
(yield) secara substansial. Pajak ini juga dinilai cukup adil dan relative
mudah untuk dihitung dan dikumpulkan. Manajemen pajak hotel dan restoran yang
perlu dilakukan pemerintah daerah antara lain dengan memperbaiki"dctttt
bose wajib pajak, komputerisasi administrasi pajak yang terkoneksi dengan
sistem infbrmasi pihak hotel, melakukan sosialisasi pajak secara memadai,
pemberian penghargaan kepada wajib pajak yang taat pajak, dan kemungkinan outsourcing dalam pemungutan pajak.
Manajemen Pajak Hiburan
Pajak hiburan merupakan pajak yang dikenakan
terhadap orang atau badan penyelenggara suatu hiburan yang dipungut bayaran.
Untuk mengoptimalkan penerimaan pajak hiburan, pemerintah daerah perlu
menciptakan fasilitas-fasilitas hiburan yang memadai, rnisalnya memiliki gedung
konvensi, pusat pameran dan ekshibisi (expo center), taman budaya dan rekreasi,
gedung pertunjukan, dan sebagainya. Untuk meminimalisir penghindaran pajak,
pemerintah daerah dapat mencetak tiketnya. Tanda masuk perlu dibuat atau
disahkan oleh pemerintah daerah, pemberian sanksi pajak bagi yang tidak patuh
pajak, serta pengawasan yang memadai.
Manajemen Pajak Reklame
Bagi pemerintah daerah, terutama pemerintah kota.
pajak reklame merupakan pajak yang cukup potensial. Manajemen pajak reklame
yang perlu dilakukan pemerintah daerah untuk mengoptimalkan penerimaan pajak
ini antara lain melakukan sinkronisasi antara Rencana Tata Ruang dan Wilayah
(RTRW) dengan Tata Ruang Reklame (TRR). Hal ini supaya keberadaan papan reklame
tidak mengganggu pemandangan dan keindahan kota. Selain itu, upaya yang bisa
dilakukan adalah optimalisasi penerimaan pajak reklame melalui intensifikasi
dan ekstensifikasi.
Manajemen Pajak Penerangan Jalan (Pajak Listrik)
Pengumpulan Penerangan Jalan (Pajak Listrik) relatif mudah karena ditarik
melalui Perusahaan Listrik Negara (PLN) bersamaan dengan tagihan listrik. Dalam
rangka optimalisasi penerimaan pajak listrik, yang paling penting dilakukan
pemerintah daerah adalah meningkatkan kerjasama antara pemerintah daerah dengan
pihak PLN dan pihak lain seperli bank dan KUD sebagai tempat pembayaran
listrik.
Manajemen Pajak Parkir
Pajak parkir merupakan pajak yang dikenakan atas
penyelenggaraan tempat parker di luar badan jalan yang dilakukan oleh Orang
Pribadi atau Badan baik yang berkaitan dengan pokok usaha maupun usaha
sampingan, seperti supermarket atau mall yang menyelenggarakan parker sendiri,
usaha penitipan kendaraan, dan sebagainya. Sementara itu, retribusi parkir
adalah pungutan yang dikenakan atas penggunaan tempat-tempat parkir di tepi
jalan umum yang masih merupakan fasilitas milik pemerintah.
Pemungutan pajak parkir dapat dilakukan dengan
metode self assessment system maupun official
assessment system. Jika yang digunakan adalah metode self assessment
system, maka diperlukan daya dukung pemerintah daerah berupa kesiapan
administrasi pajak, pengawasan pajak, dan kompetensi petugas pajak. Selain itu
dari sisi wajib pajak juga diperlukan adanya ketertiban catatan akuntansi dan
laporan keuangan terkait dengan penerimaan jasa parkir. Sementara itu, jika dipilih
metode official assessment system, maka pemerintah daerah perlu melakukan
survei dan observasi terlebih dahulu untuk mengetahui potensi pajak parkir
sesungguhnya sebelum mengeluarkan Surat Ketetapan Pajak Daerah.
Manajemen Retribusi
Daerah
Retribusi daerah pada umumnya merupakan sumber
pendapatan penyumbang PAD kedua setelah pajak daerah. Bahkan untuk beberapa
daerah penerimaan retribusi daerah ini lebih tinggi daripacla pajak daerah.
Retribusi daerah merupakan pungutan yang dilakukan pemerintah daerah kepada
wajib retribusi atas pemanfaatan suatu jasa tertentu yang disediakan
pemerintah.
Karena retribusi ini terkait dengan
pelayanan_tertentu, maka prinsip manajemen retribusi daerah yang paling utama
adalah perbaikan pelayanan tersebut. Tentunya selain perbaikan pelayanan
pemerintah daerah juga perlu melakukan berbagai perbaikan sebagaimana halnya
pajak daerah. seperti perluasan basis retribusi, pengendalian atas kebocoran
penerimaan retribusi, dan perbaikan administrasi pemungutan retribusi
Manajemen Perusahaan Daerah
Dalam kebanyakan kasus, kontribusi bagian laba
perusahaan daerah belum memberikan hal yang cukup signifikan bagi peningkatan
PAD. Bahkan beberapa perusahaan daerah justru membebani APBD karena harus terus
disubsidi sementara laba yang dihasilkan relatif masih kecil sehingga belum
bisa memberikan dividen yang berarti bagi daerah.
Untuk meningkatkan kontribusi perusahaan daerah
terhadap penerimaan PAD perlu dilakukan upaya peningkatan profesionalisme,
efisiensi, profitabilitas, dan bahkan privatisasi perusahaan daerah. Perusahaan
daerah merupakan salah satu sumber PAD yang diharapkan mampu memberikan
kontribusi yang signifikan sehingga kemandirian pemerintah daerah meningkat dan
pada akhirnya mampu memberikan pelayanan publik yang berkualitas.
Manajemen Lain- Lain PAD yang Sah
Pendapatan
yang berasal dari penjualan aset daerah yang tidak dipisahkan, jasa giro dan
pendapatan bunga yang merupakan salah
satu dari Pendapatan daerah yang berasal dari Lain-Lain PAD yang Sah pada
umumnya memberikan kontribusi yang cukup signifikan. Pemerintah daerah dapat
meningkatkan pendapatan bunga dan jasa giro melalui optimalisasi manajemen kas
daerah (cash management). Untuk itu Bendahara Umum Daerah (BUD) perlu memiliki
instrumen anggaran kas (cash budget) serta perencanaan dan pemodelan keuangan
yang baik agar pengelolaan kas daerah betul-betul optimal sehingga tidak
terdapat kas menganggur yang tidak termanfaatkan. Sebaliknya pemerintah juga
tidak perlu menaruh kas daerahnya secara berlebihan dalam instrumen keuangan
yang kurang likuid.
0 Komentar
Berkomentarlah dengan Sopan dan sesuai Pembahasan